Home > Wisata

Bukit Asam, Kota Wisata Tanjung Enim dan Kutukan SDA

Ada paradoks bahwa kelimpahan sumber daya alam dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan perekonomian, fenomena ini disebut dengan Natural Resource Curse atau kutukan sumber daya alam.

General Manager PTBA Unit Pertambangan Tanjung Enim Venpri Sagara menyampaikan paparan tentang Kota Wisata Tanjung Enim. (FOTO: Humas PTBA)
General Manager PTBA Unit Pertambangan Tanjung Enim Venpri Sagara menyampaikan paparan tentang Kota Wisata Tanjung Enim. (FOTO: Humas PTBA)

Menghadapi hari raya Idul Fitri 2024, Venpri optimis jumlah wisatawan lokal ke Tanjung Enim akan meningkat. “Seperti Idul Fitri sebelumnya, banyak wisatwan berkunjung ke Tanjung Enim berasal dari Palembang dan daerah lainnya di Sumatera Selatan. Tahun 2023 sudah lebih dari seratus ribu wisatawan mengunjungi museum batu bara. Dengan dibukanya tol Palembang – Prabumulih, jumlah wisatawan yang datang ke Tanjung Enim akan meningkat”.

Dengan kedatangan wisatawan domestik tersebut Venpri Sagara berharap perputaran ekonomi di Tanjung Enim akan bergerak, khususnya menggerakan UMKM sehingga mendapat manfaat dan nilai tambah ekonomi dari program Tanjung Enim Kota Wisata.

Gagasan Kota Wisata

Dalam buku berjudul “Tanjung Enim Menuju Kota Wisata” (2019), Suryo Eko Hadianto yang berkarir di PTBA kemudian menjabat Direktur Operasional dan Produksi PTBA yang kemudian menjadi Direktur Utama PTBA Tbk, tahun 2016 memiliki gagasan menjadikan Tanjung Enim yang menjadi pusat BUMN tambang batu bara tersebut menjadi kota wisata.

“Jujur saja, eksploitasi batu bara ada batasnya. Tapi kalau pariwisata akan berkelanjutan dan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat”, katanya. Menurutnya, masyarakat Tanjung Enim berhak atas masa depan yang lebih baik.

Gagasan “Tanjung Enim Kota Wisata” yang disampaikan Suryo Eko tersebut lalu menggelinding menjadi diskursus di masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Untuk mewujudkannya, menurut Suryo tidak cuma menjadi monopoli Bukit Asam yang menjadi motor penggerak.

“Semua stakeholder harus terlibat saling bersinergi, dari pelaku bisnis [perusahaan negara atau swasta], pemerintah daerah, pemangku adat hingga masyarakat di kawasan ini”, kata Suryo Eko dalam buku yang diterbitkan Balai Pustaka.

Dalam buku tersebut, Prof Edy Suandi Hamid pakar ekonomi dan tokoh masyarakat Tanjung Enim yang pernah menjabat Rektor Univesitas Islam Indonesia (UII) mengatakan, “Ketika bicara soal kota wisata, harus ada sesuatu yang menarik orang untuk datang. Itu yang kita katakan attraction. Itu harus didesain”.

× Image