Home > Literasi

75 Tahun Harris Effendi Thahar dan Nasib Sastra Koran

Sekitar tahun 1985 mula-mula mengenal nama Harris Effendi Thahar dari sebuah surat kabar terbesar koran di Indonesia pada masa itu.

Kliping Cerpen Harris Effendi Thahar yang terbit tahun 1985. (FOTO: Maspril Aries)
Kliping Cerpen Harris Effendi Thahar yang terbit tahun 1985. (FOTO: Maspril Aries)

Di negeri ini sastrawan yang sukses meraih jabatan guru besar tak banyak, mereka adalah sastrawan yang hebat dan berpengaruh. Ada Sapardi Djoko Damono guru besar Universitas Indonesia, Budi Darma guru besar Universitas Negeri Surabaya, Kuntowijoyo guru besar Universitas Gajah Mada, Abdul Hadi WM guru besar Universitas Paramadina, Toeti Heraty Noerhadi guru besar Universitas Indonesia, Ajip Rosidi guru besar tamu Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa Asing Osaka), dan tentunya Harris Effendi Thahar.

Cerita Pendek

Mengutip Yurnaldi, Harris karyanya mulai tersiar luas di media massa atau surat kabar yang terbit di Padang, saat ia menjadi mahasiswa jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur FKT IKIP Padang. Saat itu ia terobsesi jadi pengarang.

Harris mencoba mengirim karya cerpen dan puisi ke koran Haluan yang selalu ia baca di kantin kampus. Masa itu Haluan merupakan koran terbesar di Padang. Ia mengirim karyanya kirim melalui pos, meskipun kantor redaksi koran tersebut dekat. Ia merasa malu datang ke kantor redaksi mengantarkan langsung karangan kalau-kalau tidak dimuatr. Ternyata karangannya dimuat. Waktu itu banyak teman kuliah memuji cerpennya.

Kepada mereka yang hadir acara 75 Tahun Prof Harris Effendi Thahar “Si Padang”, Harris Effendi Thahar mengungkapkan rasa cemburunya pada Ashadi Siregar seorang dosen muda Universitas Gajah Mada (UGM) yang menulis cerita bersambung berjudul “Cinta ku di Kampus Biru” yang terbit setiap hari di Harian Kompas pada tahun 1972. Kemudian terbit sebagai novel tahun 1974 dan diadaptasi ke layar perak sebagai film berjudul sama dengan Sutradara Ami Prijono.

Berbekal rasa cemburu itu Harris menulis cerita bersambung (cerbung) berlatar kampus berjudul “Setelah Impian Berlalu” yang dimuat koran Haluan. Cerbung tersebut banyak dibaca mahasiswa masa itu dan honorariumnya dibelikan ketik baru baru. Sebelumnya Harris untuk menulis karyanya menumpang mengetik di mesin ketik TU (tata usaha) fakultas.

Sejak saat itu Harris Effendi Thahar semakin produktif, cerpennya mulai menembus koran-koran nasional atau koran yang terbit dari Jakarta dan peredarannya ke seluruh Indonesia.

Dalam perjalanan karir sebagai penulis, Harris yang juga menjadi pegawai negeri sipil di IKIP Padang juga sempat menjadi wartawan pada surat kabar yang terbit di Padang. Kemudian di IKIP Padang ia tercatat sebagai dosen di Fakultas Bahasa, Sastra, dan Seni. Tahun 1995 sempat mengajar Sastra Indonesia di Universitas Tasmania, Hobart, Australia.

× Image