Home > Budaya

Lukisan Yos Suprapto Dibredel dan Kanvas yang Bersedih (Lukisan-Lukisan yang Dibredel di Dunia)

Fenomena pembredelan karya seni, termasuk lukisan, telah memicu perdebatan panjang tentang kebebasan berekspresi, batasan moral, dan peran seni dalam masyarakat.

Ilustrasi Melukis, (FOTO: Maspril Aries)
Ilustrasi Melukis, (FOTO: Maspril Aries)

Lukisan Bredel

Sebelum kejadian menimpa pameran pelukis Yos Suprapto, pada tahun 2022 saat berlangsung pameran lukisan pada Expo Perpustakaan Unila panitia menurunkan salah satu lukisan karya pelukis Bunga Ilalang dari display pameran tanpa sepengetahuan pelukis dan kurator. Lukisan berupa seorang ibu menyusui anaknya itu diturunkan karena dianggap mengandung unsur pornografi.

Tak urung penurunan satu lukisan tersebut menimbulkan rasa kecewa dari pelukis, kurator dan seniman serta pelukis lainnya. Menurut sang pelukis, lukisan yang diturunkan tersebut merupakan satu lukisan berseri dari tiga lukisan. Jika satu diturunkan maka makna yang ingin disampaikan perupa menjadi terpotong. Karena memang ketiga lukisan itu berseri dan memiliki makna yang berkaitan.

Sebelumnya masa Orde Baru (Orba) Lukisan karya Tisna Sanjaya berjudul “Perseteruan Sosial” pernah dilarang dipamerkan pada sebuah acara seni di Bandung karena dianggap terlalu provokatif. Lukisan ini menggambarkan pengusaha kaya yang mengeksploitasi pekerja miskin, sebuah kritik tajam terhadap kapitalisme. Tisna Sanjaya pelukis kelahiran 28 Januari 1958 dikenal sebagai seniman yang kerap mengangkat tema-tema sosial.

Masih pada masa Orde Baru ada lukisan FX Harsono berjudul “Indonesia Menggugat” sempat dilarang untuk dipamerkan karyanya itu menggambarkan represi politik pada masa itu, dilarang dipamerkan karena dianggap mengancam stabilitas negara.

Salah satu seniman yang kerap berhadapan dengan sensor pada masa Orde Baru adalah Semsar Siahaan. Tahun 1987 pameran lukisannya di Taman Ismail Marzuki (TIM) ditutup oleh pihak berwenang. Pamerannya berjudul “Tanah untuk Rakyat” menampilkan karya-karya yang secara eksplisit mengkritik eksploitasi tanah oleh perusahaan besar dan pemerintah. Karya-karyanya dianggap terlalu “subversif” oleh rezim, sehingga beberapa karyanya dirusak dan dilarang untuk dipamerkan.

× Image