Lukisan Yos Suprapto Dibredel dan Kanvas yang Bersedih (Lukisan-Lukisan yang Dibredel di Dunia)
Mengutip A Primanda dalam “Tinjauan Karya Seni Lukis “Lucid Waves” Berdasarkan Teori Komunikasi” (2023) bahwa seni lukis adalah proses mengolah media dua dimensi atau permukaan objek tiga dimensi untuk menghasilkan kesan tertentu, sedangkan melukis merupakan bentuk seni yang lebih murni dari menggambar.
Sebagai bagian dari ekspresi kebudayaan, menurut Alda Yuliana dan Faizal Arifin dalam “Menangkap Realitas Rakyat dan Kritik terhadap Kolonialisme dalam Lukisan: Sejarah Persagi, 1938-1942” (2023), seni lukis modern berkembang di Indonesia sebagai hasil dari berbagai hubungan dengan kebudayaan Barat.
A Burhan dalam “Perkembangan Seni Lukis Mooi Indie Sampai Persagi di Batavia, 1900-1942” (2023) menulis, semua bermula pada abad ke-17 Masehi, ketika seni lukis dari Barat mulai masuk ke kerajaan-kerajaan di Nusantara sebagai hadiah untuk raja dari para pembesar Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) karena hubungan perdagangan. Kaum pedagang yang mencari rempah-rempah dari Eropa pada abad ke-16 M membawa seni Barat ke Indonesia.
Pada 24 April 1778 di Batavia, Pemerintah kolonial Belanda mendirikan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen organisasi yang menghubungkan masyarakat Bumiputera dan pemerintah kolonial. Saat itu VOC menggunakan lukisan sebagai bentuk laporan kepada pihak Belanda tentang keadaan Hindia Belanda. Pihak kolonial dapat memanfaatkan bakat para seniman yang tergabung dalam lembaga tersebut untuk menyelesaikan tugas laporan administrasi mereka kepada negara induk.
“Para pelukis Belanda saat itu melukis sesuai apa yang mereka lihat, tanpa sedikit pun memikirkan untuk memasukkan unsur-unsur jiwa. Bentuk dan visi estetik yang dikembangkan para pelukis saat itu adalah eksotisme alam dan kehidupan Hindia Belanda”, tulis AZ Gultom dalam “Kebudayaan Indis sebagai Warisan Budaya Era Kolonial” (2020).