SKK Migas dan Eni Indonesia Berburu Migas di Cekungan Kutai
Berdasarkan sejarah tektonik yang mempengaruhi terbentuknya cekungan Kutai pada awalnya, terbentuk dari interaksi tiga lempeng yaitu Eurasia, India-Australia dan Pasifik. Cekungan Kutai sendiri terbentuk oleh proses pemekaran yang melibatkan pemekaran selat Makasar bagian utara dan Laut Sulawesi yang terjadi pada Eosen Tengah.
Secara umum Cekungan Kutai tersusun atas endapan-endapan sedimen berumur Tersier yang memperlihatkan hasil siklus transgresi dan regresi laut.
Berdasarkan urutan stratigrafi dari tua ke muda pada Cekungan Kutai secara umum yaitu Formasi Kiham Haloq, Formasi Atan dan Formasi Kedango, Formasi Vulkanik Sembulu, Formasi Pamaluan, Kelompok Bebulu, Kelompok Balikpapan, Kelompok Kampung Baru, Kelompok Mahakam.
Menurut penelitian Bilal Anargya Putra berjudul “Analisis Korelasi Persebaran AI, Densitas, Porositas terhadap Potensi Reservoar Menggunakan Seismik Inversi Acoustic Impedance Dan Multiatribut Pada Lapangan “Bil” Cekungan Kutai Kalimantan Timur” (2023) menyebutkan Cekungan Kutai menjadi salah satu cekungan yang berumur tersier dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi di Indonesia.
H Umar dan C Ikhwan dalam “Dinamika Sedimentasi dan Lingkungan
Pengendapan Berdasarkan Litofasies Daerah Air Putih, Kecamatan
Samarinda Ulu, Kota Samarinda” (2017) menjelaskan bahwa proses terbentuknya Cekungan Kutai dimulai pada kala Eosen Tengah sebagai cekungan regangan, kemudian diisi oleh endapan genang laut yang berasal dari periode Eosen hingga Oligosen, dan diikuti oleh lapisan endapan susut laut pada era Miosen.
Cekungan Kutai diakui sebagai cekungan dengan dimensi yang paling luas dan kedalaman terbesar di bagian barat Indonesia. Keistimewaan tambahan dari cekungan ini adalah adanya kandungan yang melimpah berupa cadangan minyak, batubara, dan gas.
Dampak Ekonomi
Keberadaan SKK Migas bersama KKKS Eni Indonesia Ltd di Kutai atau Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan keberadaan sektor hulu migas selain memberikan dampak langsung, juga akan memberikan dampak tidak langsung serta dampak berganda (multiplier effect) terhadap perekonomian setempat.
Salah satunya, produksi migas dari Cekungan Kutai akan memberikan pendapatan asli daerah (PAD) seperti dari dana bagi hasil migas yang bermuara meningkatnya pembangunan daerah dan mendukung kesejahteraan masyarakat di wilayah penghasil migas tersebut.
Sebuah penelitian yang dilakukan Yumna Kinanthi dan Ariyani Indrayati berjudul “Keterkaitan Antara Sebaran Pertambangan Migas dan Multiplier Effect Bagi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kutai Kartanegara” (2023) menyimpulkan, bahwa pola sebaran migas di Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki pola sebaran yang mengelompok (clustered) di sekitar wilayah cekungan Kutai. Kemudian, terdapat keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang antar industri-industri migas, yaitu: industri hulu dan hilir yang memberikan dampak pengganda pada sektor perekonomian di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kemudian kontribusi migas di Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan penyumbang yang terbesar dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kalimantan Timur, dimana kontribusi terhadap PDRB mencapai 25,15 persen, namun untuk pendapatan asli daerah cenderung kecil. (maspril aries)