Obsesi Anwar Putra Bayu, Lahirnya Sastra (Puisi) Ekologis di Sumsel
KINGDOMSRIWIJAYA – Selasa siang, 26 November 2024, di ibu kota Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) sedang turun hujan deras, beberapa bagian dari kota tertua di Indonesia yang usianya sudah 1341 tahun tergenang air atau dilanda banjir. Siang itu bertemu dengan penyair dan sastrawan Sumsel Anwar Putra Bayu.
Pertemuan berlangsung di sebuah warung kopi. Anwar Putra Bayu baru kembali dari Jambi, setelah mengikuti BWCF (Borobudur Writers and Cultural Festival). Sambil menyeruput kopi hangat hitam pekat, katanya kopi Semendo, kami berbicara tentang detak sastra di Sumatera Selatan, juga tentang sebuah buku puisi yang akan terbit awal 2025.
Bayu juga bicara, dari banyak karya penyair dan penulis prosa dari Sumsel, tidak ada atau sepi karya sastra ekologis, apakah buku puisi, novel atau kumpulan cerita pendek. “Terlalu banyak isu ekologi di Sumsel. Persoalan krisis lingkungan, ada banjir kebakaran hutan dan lahan yang memicu kabut asap, ada pencemaran lingkungan dan illegal drilling. Apakah ini tidak menarik minat penyair atau penulis sastar untuk menyuarakannya?” kata Bayu yang juga Koordinator Sumatera di Satupena.
Sebagai jawaban dari pertanyaan itu, Anwar Putra Bayu menjawabnya sendiri. “Kita akan mengajak Walhi Sumsel untuk memprakarsai lahirnya teks tentang sastra ekologis dengan mendorong teman-teman penulis dan penyair melahirkan karya sastra ekologis. Karya sastra juga bisa mengambil peran untuk melakukan advokasi lingkungan hidup”, ujarnya.
Sastra Ekologis
Sastrawan Sumsel tersebut memang tidak menjelaskan secara detil apa yang membuatnya tiba-tiba terobsesi ingin lahir di Sumsel karya sastra ekologis. Secara umum sastra ekologis adalah cabang sastra yang berfokus pada hubungan manusia dengan lingkungan alam.