Home > Budaya

Salim Said Kritikus Film: Film yang Baik Tidak Menyakitkan Otak

Sebagai kritikus film yang sekaligus wartawan film, Salim Said adalah jurnalis yang sangat tekun mengamati pertumbuhan film Indonesia.

Salim Haji Said (FOTO: Republika/Mahmud Muhyidin)
Salim Haji Said (FOTO: Republika/Mahmud Muhyidin)

Dalam perkembangannya saat ini, kritikus film banyak memberikan rekomendasi terhadap film-film yang layak berkompetisi pada festival film internasional. Sineas Riri Riza memberikan pengakuannya, “Saya melihat peran yang begitu besar dari kritikus film, terutama dalam proses saya sendiri saat mempelajari film. Apalagi ketika saya sudah jadi pembuat film. Beberapa film saya yang berpartisipasi di festival-festival film adalah hasil rekomendasi dari konsultan festival yang kebanyakan adalah kritikus film”.

Pada era milenial kini, banyak kritikus film yang menjadi konsultan, juri, atau programmer. Salim Said pernah melakoni itu. Berulang kali ia menjadi salah satu juri dalam Festival Film Indonesia (FFI). Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Film Nasional (DFN) dan Ketua Hubungan Internasional FFI.

Dalam sebuah wawancara Riri Riza mengatakan, “Kritikus ialah elemen penting untuk menciptakan sebuah sinema. Menciptakan budaya atau identitas sinema di sebuah tempat, sebuah bangsa, sebuah lingkungan, atau komunitas, adalah peran yang sangat penting. Mereka mencatat banyak hal, dari mulai kekurangan, kelebihan, bahkan kecenderungan budaya sinema di masa mendatang. Jadi, dengan kata lain, mereka merekam jejak peristiwa kebudayaan sinema”. Dalam dunia film Indonesia, Salim Said melakukan semua itu dan terdokumentasikan dalam karya cetak berupa buku.

Pada artikel berjudul “Kritikus Film dan Pembuat Film: Kawan atau Lawan” yang diunggah pada new.rumahfilm.org menulis, “Pembuat film kerap memanfaatkan kritikus sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah karya. Hanya saja, penilaian kritikus itu baru disambut gembira bila hasilnya berupa pujian. Sebab hal itu bisa dijadikan alat pemasaran.

× Image