Salim Said Kritikus Film: Film yang Baik Tidak Menyakitkan Otak
Sebagai kritikus film yang sekaligus wartawan film, Salim Said adalah jurnalis yang sangat tekun mengamati pertumbuhan film Indonesia, terutama sejak era tahun 1970-an. JE Siahaan yang menjadi penyunting buku “Pantulan Layar Putih” menulis, “Pengamatannya, selama bertahun-tahun lamanya dituangkan dalam bentuk resensi dan disebarkan lewat beberapa media massa, kemudian secara lebih teratur pada Mingguan Tempo”.
Kritikus Film
Dari berbagai tulisannya dalam bentuk resensi atau kritik film terlihat bahwa Salim Said mengamati film tidak hanya nampak lewat sekedar menonton, melainkan berusaha lebih jauh ingin mengetahui berbagai aspek yang tampak atau tidak tampak dalam sebuah film.
“Sosiologi film yang dia pilih untuk melengkapi studi sarjananya, agaknya dapatlah dikatakan sebagai bukti kegandrungannya terhadap film, sekaligus sebagai landasan yang mendukung kritik-kritiknya”, tulis Siahaan.
Asrul Sani yang menulis kata pengantar pada buku “Pantulan Layar Putih” menyatakan, ada beberapa alasan yang membuat saya berpendapat, bahwa sebuah buku berisi kritik dan pemikiran tentang film seperti buku saudara Salim Said ini adalah buku yang perlu diterbitkan. “Fungsi kritik makin lama makin penting. Bukan hanya bagi pembuat film tapi lebih lagi bagi para penonton film di tanah air kita”, tulis Asrul Sani.
Salim Said sejak lebih dari setengah abad lalu sudah memulai menulis kritik film. Ia adalah sosok kritikus film yang dihormati sineas film Indonesia, memiliki wawasan luas tentang film dan memiliki wawasan teknis pembuatan film.
Kenapa Salim Said tertarik dengan kritik film? Pertanyaan itu pernah ditanyakan kepadanya dalam sebuah wawancara oleh Slamet Sukirnanto tahun 1975. Salim Said menjawabnya, “Saya sudah katakan bahwa sebelum menulis kritik film saya sudah menulis kritik sastra maupun teater. Bagi saya menulis kritik seni itu sama hakekatnya. Yang beda cuma media dari obyek media yang dikritiknya. Mengenai dunia film ini ada hal khusus yang menarik saya. Sebagai cabang kesenian termuda, perfilman Indonesia amat menyedihkan adanya”. Wawancara ini termuat dalam buku “Pantulan Layar Putih”.