Berita Hukum dan Trial By The Press (Masih Ada Mata Kuliah Hukum Pers?)
Trial by the press atau pengadilan oleh pers merupakan praktek jurnalistik yang menyimpang. Pers dapat membentuk opini umum, tidak terkecuali terhadap seseorang yang sedang diadili. Pemberitaan yang sugestif akan merugikan si terdakwa, karena masyarakat sudah mempunyai asumsi tersendiri mengenai dirinya sebelum putusan dijatuhkan oleh hakim. Pers yang seharusnya berfungsi untuk menyalurkan informasi, justru beralih menjadi wadah untuk memberikan efek penghakiman melalui pemberitaannya.
Kode Etik Jurnalistik
Mengutip Amir Machmud wartawan senior Harian Suara Merdeka dalam jurnal ilmiah “Masalah-Masalah Hukum” (2016) yang diterbitkan Universitas Diponegoro bahwa, ”Trial by the press jelas merupakan praktik jurnalistik yang melanggar ketentuan yang diatur Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik dan Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 8 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman”.
Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik berbunyi: “Wartawan dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum dan atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.”
Kemudian Pasal 4 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan, “Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak-pihak di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang disebut dalam Undang-Undang Dasar”. Dalam Pasal 8 menyatakan bahwa “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/ atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Selain UU No.14 Tahun 1970 juga ada sejumlah UU lainnya yang terkait dengan trial by press, yaitu UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 48 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Trial by the press atau pengadilan oleh media adalah hal yang terlarang. Trial by the press menurut wartawan senior Hersubeno Arief, dampaknya bisa jauh lebih serius dari vonis hakim itu sendiri. Dalam proses peradilan seseorang berhak menyampaikan pembelaan sebelum divonis. Sementara dalam trial by the press media mengambilalih tugas dan hak seorang hakim. Seseorang sudah bersalah sebelum diadili.
Dalam pemberitaan yang yang terkait dengan hukum atau tindak pidana, maka dalam penulisan berita atau penyajiannya di media elektronik harus memperhatikan prinsip-prinsip pedoman penulisan bidang hukum, misalnya asas presumption of innocence, equality before the law, dan larangan terjadinya trial by the press.