Home > Eduaksi

Stop Kriminalisasi Guru, Cukup Supriyani yang Terakhir

Vonis bebas Supriyani seorang guru honorer di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan merupakan kado bagi para guru pada Hari Guru Nasional 2024 yang diperingati pada 25 November.
Guru honorer Supriyani menjalani persidangan di PN Andoolo. (FOTO: Antara)
Guru honorer Supriyani menjalani persidangan di PN Andoolo. (FOTO: Antara)

KINGDOMSRIWIJAYA – Majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, akhirnya menjatuhkan amar putusan bebas kepada terdakwa Supriyani seorang guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito. Putusan tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Andoolo Stevie Rosano pada persidangan, Senin (25/11).

Putusan hakim tersebut disambut haru dan tangis oleh Supriyani. Sambil meneteskan air mata, Supriyani menyampaikan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak. Para guru, pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), kuasa hukum, dan wartawan yang telah mendampingi selama kasus ini bergulir.

Pengurus Besar PGRI menyampaikan vonis bebas Supriyani seorang guru honorer di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan kado bagi para guru pada Hari Guru Nasional 2024 yang diperingati pada 25 November.

“Kami mengucapkan selamat, ini kado dari pemerintah daerah bahwa Ibu Supriyani bebas murni tanpa syarat”, kata Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi saat dihubungi di Jakarta.

Setelah putusan bebas tersebut, seorang guru di Palembang mengirim pesan. “Ke depan stop kriminalisasi guru, cukup ibu guru Supriyani menjadi korban yang terakhir”.

Kasus kriminalisasi guru yang terjadi di Indonesia, dengan tuduhan melakukan kekerasan kepada siswa di sekolah sudah cukup banyak. Kasus jerat hukum pidana atau kriminalisasi terhadap guru sebenarnya sudah lama menjadi kerisauan para guru di Indonesia.

Pada sebuah pada Forum Group Discussion (FGD) satu tahun lalu yang diselenggarakan Pusat Bantuan Hukum (PBH) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Palembang, masalah tersebut mencuat menjadi keluhan dan kerisauan para guru peserta diskusi dari guru Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

× Image