Sumpah Garuda Hitam (Bagian 1)

FIKSI AI
KATA “Garuda” yang tersemat pada nama Brigade kami, Brigade Garuda Hitam, bukanlah sekadar nama biasa. Ia adalah identitas dari sebuah divisi yang meliputi lima bagian Sumatera bagian selatan: Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bengkulu, dan Provinsi Lampung. Sedangkan kata “Hitam” diambil dari lada hitam, hasil bumi khas Lampung yang telah dikenal di mana-mana. Kami adalah putra-putra terbaik dari tanah Sumatera, bersatu dalam satu tujuan, satu Brigade.
Tahun 1945: di tengah persiapan menjelang Perang Kemerdekaan, Brigade Garuda Hitam disebar di seluruh daerah Lampung, ditambah dua kabupaten di Sumatera Selatan, yaitu Kabupaten Muara Dua yang terkenal dengan Danau Ranau yang indah dan Kabupaten Baturaja yang terletak di jalan kereta api menuju ke utara, ke kota Palembang. Selama masa itu, kami menjalani kehidupan yang damai, tetapi tetap siaga. Seluruh waktu kami manfaatkan untuk menyusun pasukan tempur, mengumpulkan senjata, dan melakukan latihan-latihan pertempuran yang kami jalani dengan penuh kesungguhan. Kami tahu, kedamaian ini hanyalah jeda sebelum badai besar datang.
Suatu hari, di markas Brigade, suasana tegang terasa begitu kuat. Pikiranku berkelana, mengingat kembali bagaimana kami telah mengumpulkan perlengkapan, membangun bengkel persenjataan, dan terus melatih diri. Semua ini kami lakukan demi satu tujuan mulia: mempertahankan Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Semboyan “Hidup matiku untuk Agama dan Tanah-Air” yang terukir di hati setiap pejuang-pejuang dari Laskar, seolah bergaung di setiap sudut markas.
Namun, di tengah ketenangan itu, tiba-tiba saja datanglah seorang penerbang Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Namanya Kapten Penerbang Sulistio. Kedatangannya sungguh tak terduga, seolah ia datang dari langit itu sendiri, mengingat hubungan telekomunikasi dari daerah ke daerah lain tidak ada sama sekali saat itu.
“Ada tamu penting”, bisik seorang prajurit kepadaku. “Komandan ingin kamu menemuinya”.