Seperti Perburuan Indiana Jones, Artefak Majapahit Terdampar di New York
Selain koleksi yang ada di Belanda, ada juga artefak yang dicuri oleh sindikat penjualan harta karun, seperti pada peninggalan masa Dinasti Ming dari abad ke-10 Masehi yang ditemukan di perairan Cirebon pada 2010 silam. Juga ada koleksi museum pun tak luput raib karena aksi pencurian.
Di Indonesia pernah terjadi beberapa kasus pencurian artefak atau benda Cagar Budaya, bahkan pencurian tersebut terjadi di dalam museum yang seharusnya menjadi tempat paling aman untuk koleksi benda Cagar Budaya. Contoh kasus di Museum Nasional, Jakarta Pusat.
Aji Lukman Ibrahim dan Rianda Dirkareshza dalam penelitiannya “Pemberantasan Kejahatan Transnasional Penyelundupan Benda Cagar Budaya Melalui Hukum Nasional dan Kerja Sama Internasional” (2020) mengutip Kordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya Johanes Marbun, menuliskan bahwa kasus pencurian artefak pertama terjadi pada tahun 1960 yakni koleksi Emas dan Permata dirampok.
Kemudian tahun 1979 koleksi Uang Logam dan koleksi Keramik yang raib. Pencurian berikutnya terjadi tahun 1996 berupa pencurian koleksi Lukisan karya Basoeki Abdullah, Raden Saleh dan Affandi. Tahun 2013 ada peristiwa hilangnya empat artefak Cagar Budaya berlapis emas. Diduga benda bersejarah peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang nilainya ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah itu sudah berada di luar negeri.
Fadly juga menulis, tengok saja kasus pencurian koleksi lima arca di Museum Radya Pustaka Surakarta (tahun 2007); dan juga pencurian koleksi empat artefak emas peninggalan masa Mataram Kuno (abad ke-10-11 Masehi) milik Museum Nasional Jakarta (tahun 2013).
Menurut Putu Setia dalam artkel berujudl “Artefak” yang terbit tahun 2016, Artefak adalah benda arkeologi yang dibuat oleh manusia dan dari benda itu jejak-jejak sejarah bisa dilacak. Artefak bisa berupa arca, patung, keris, tombak, tulisan kuno yang ditorehkan di batu, di daun lontar, atau mungkin sudah berupa buku. Dari sini sejarah bangsa bisa dirangkai. Setidaknya kita bisa belajar tentang kearifan dan juga ketidakarifan di masa lalu.
Sebelumnya, tahun 2015 Sarlito Wirawan Sarwono Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) juga menulis artikel berjudul “Artefak”, dengan mengutip pakar antropologi Koentjaraningrat, artefak adalah salah satu dari tiga aspek kebudayaan. Dua aspek yang lain adalah keyakinan dan perilaku. Jadi kata Koentjaraningrat, orang punya keyakinan tertentu sehingga mereka berperilaku dan salah satu perilaku itu adalah membuat alat yang disebut artefak itu. Jadi artefak adalah perwujudan dari keyakinan.