Seperti Perburuan Indiana Jones, Artefak Majapahit Terdampar di New York
Film Indiana Jones and the Dial of Destiny disebut sebagai fim terakhir dari seri Indiana Jones yang dirilis pada 30 Juni 2023. Pada film disutradarai James Mangold (tidak disutradarai oleh Steven Spielberg), bercerita tentang sang arkeolog pemberani Indiana Jones berpacu dengan waktu untuk merebut cakram legendaris yang dapat mengubah sejarah. Didampingi putri baptisnya, ia harus menghadapi tantanan dari Jrgen Voller, bekas pengikut Nazi yang kini bekerja untuk NASA.
Siapaun yang suka film Indiana Jones akan berkomentar bahwa kisah petualangan arkeologis dalam film ini sangat fenomenal dan menyuguhkan cerita tentang kisah-kisah petualangan unik. Pada yang kelima atau sri terakhir ini Harrison Ford yang sudah berusia 80 tahun memerankan karakter Indiana Jones dengan gaya dan humornya yang khas.
Film Indiana Jones and the Dial of Destiny mengisahkan perburuan sebuah dial atau tombol yang akan mengubah alur sejarah. Film ini juga menampilkan kilas balik di era 1969 yang memberikan kisah-kisah yang melatarbelakangi alur cerita yang disuguhkan. Film ini dibuat dengan menghabiskan anggaran sebesar USD 300 juta atau setara dengan Rp4,4 miliar.
Artefak Kembali
Tentang artefak dari Indonesia atau milik Indonesia yang ada di luar negeri bukanlah bagian dari kisah fiksi Indiana Jones, melainkan fakta, tidak hanya ada Amerika Serikat, juga ada di Belanda. Ada banyak artefak “terdampar” di negeri kincir angin ini, jumlahnya mungkin ribuan artefak.
Ini buktinya, mengutip Fadly Rahman; Sejarawan; Alumnus Pascasarjana Sejarah UGM dalam artikelnya “Jika Ribuan Artefak Itu Kembali” (2015) menulis, “Nusantara Museum di Delft, Belanda, berencana akan mengembalikan 14.000 artefak dari berbagai daerah di Indonesia ke Pemerintah Indonesia”.
Pengembalian ribuan artefak itu dikarenakan pihak museum menghadapi kesulitan dalam perawatan, terkait dengan masalah finansial yang dihadapi pihak museum beberapa tahun terakhir.
Pada April 2014, The Nusantara Collection, bagian dari Delft Museum mengumumkan akan mendistribusikan koleksi-koleksinya ke Prinsenhof Museum, Rijksmuseum Volkenkunde, dan museum-museum lain, termasuk ke Indonesia.
Menurut Fadly Rahman, selaku yang pernah berkuasa di Indonesia, wajar jika Belanda (selain juga Inggris) memboyong—bahkan menjarah—benda- benda sejarah dan budaya dari tanah jajahannya. Sebagian besar di antaranya kini tersimpan dan terawat baik di museum-museum di Eropa; tetapi tidak sedikit yang menjadi koleksi pribadi para kolektor.