Pilkada Muba, Apriyadi dan Kotak Kosong (Protes di Bilik Suara)
Pada Pilkada Prabumulih tahun 2018 hanya diikuti satu pasangan calon, yaitu Ridho Yahya-Andriansyah Fikri. Waktu itu, pada masa kampanye muncul Posko kotak kosong yang diprakarsai barisan relawan kotak kosong (Koko). Kehadiran Posko Koko ini menimbulkan reaksi beragam. Juga ada yang menuding, memilih kotak kosong/kolom kosong sama artinya dengan tidak memilih atau golput dan tidak sah.
Tudingan tersebut dibantah anggot KPU Wahyu Setiawan. Menurutnya, “Memilih kotak kosong berbeda dengan golput. Suara yang diberikan masyarakat ke dalam kotak kosong merupakan suara sah dengan nilai yang sama dengan mereka yang memilih seorang pasangan calon”.
Juga ada Peraturan KPU No.8 Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa kampanye memilih kotak kosong pada Pilkada seperti yang dilakukan Barisan Relawan Kotak Kosong (Koko) untuk memilih kotak kosong/kolom kosong dalam kertas suara Pilkada bukan suatu yang dilarang atau melanggar dari regulasi Pilkada.
Apakah ada dalam Pilkada, calon pasangan tunggal yang kalah oleh kotak kosong? Jawabannya, ada. Itu terjadi pada Pilkada Kota Makassar tahun 2018. Pada Pilkada tersebut, calon tunggal pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi kalah dari kotak kosong dan ini untuk kali pertama terjadinya di Indonesia pada Pilkada langsung, kotak kosong yang unggul.
Mengutip Titi Anggraini saat menjabat Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), “Selama ini keberadaan calon tunggal dianggap oleh partai politik sebagai tiket yang mudah dalam meraih kemenangan, dengan menghindari kompetisi antar pasangan calon”.
“Dengan kemenangan kotak kosong di Kota Makassar,” kata Titi, “Bahwa ternyata rakyat tidak bisa dipaksa memiliki logika yang sama dengan partai. Sehingga kalau selama ini dianggap pemilih itu bodoh, tidak mengerti, ternyata Makassar membalikan logika-logika itu”. (maspril aries)