Tiga Laki-Laki Mengaku Wartawan Lalu Memeras
“Tindak pidana pemerasan itu sendiri dapat di golongkan menjadi satu tindak pidana dimana perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil”, tulis Adami Chazawi.
Jadi pemerasan adalah tindak pidana dimana seorang individu atau kelompok memperoleh uang, barang dan jasa, atau perilaku yang diinginkan dari yang lain dengan dalih mengancam atau menimbulkan kerugian bagi dirinya, properti, atau reputasi. Tindak pidana pemerasan berbeda dari perampokan, dimana pelaku mencuri properti melalui kekuatan.
Tindak pidana pemerasan dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk pelakunya yang mengaku wartawan atau yang berprofesi sebagai wartawan. Modus yang biasanya dilakukan, pelaku wartawan atau yang mengaku wartawan tidak akan memberitakan kasus korban dengan catatan korban bersedia membayar sejumlah uang yang dimintanya.
Septia Ningsih dalam penelitiannya “Pertanggungjawaban Pidana Pemerasan Dengan Menista Perspektif Hukum Islam dan KUHP Putusan Nomor 73/Pid.B/2018/Pn Liwa” (2022) menyatakan, tindak pidana pemerasan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang berakibat buruk bagi korban dan juga masyarakat. Sedemikian buruk akibat yang ditimbulkan pelaku pemerasan sehingga membuat pelaku pemerasan diberikan hukuman yang berat. Tindak pidana pemerasan itu sendiri dapat digolongkan menjadi suatu tindak pidana juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.
Setiap mereka yang berprofesi sebagai wartawan harus ingat bahwa profesi wartawan adalah: (1) Profesi yang honorable (terhormat); 2) Mengabdi kepada kepentingan umum; (3) Tunduk kepada hukum di bidang profesinya. “Oleh sebab itu hanya orang yang dapat memenuhi ketiga hal tersebut saja dapat menjalankan profesi sebagai wartawan”, kata Wina Armada yang pernah menjabat anggota Dewan Pers. (maspril aries)