Tiga Laki-Laki Mengaku Wartawan Lalu Memeras
Menurutnya, perbuatan meminta paksa dan memeras adalah perbuatan kriminal dan karena itu dapat segera diproses secara pidana oleh polisi atau penyidik lainnya. Kendati bukan termasuk ruang lingkup Kode Etik Jurnalistik, tetapi perbuatan meminta paksa atau memeras itu sendiri dipandang sebagai sebuah perbuatan yang sangat tercela secara universal. Maka perbuatan itu juga bertentangan dengan Kode Etik Jurnalistik.
Margiono (almarhum) saat menjabat Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menyatakan, “Kalau ada orang yang mengaku wartawan, tapi melakukan pemerasan, maka dia bukanlah wartawan. Itu menjadi urusan polisi. Tangkap saja, kami akan mendukung”.
Pemerasan itu perbuatan kriminal dan bukan bagian dari tugas jurnalistik seorang wartawan. Pemerasan adalah salah satu tindak pidana yang diatur dalam Bab XXIII KUHP, yang terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging). Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan yang bertujuan memeras orang lain.
Karena sifatnya yang sama, dua tindak pidana ini disebut dengan nama yang sama yaitu “pemerasan”. Tindak pidana pemerasan diatur dalam Pasal 368 KUHP yaitu: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Mengutip Adami Chazawi dalam “Kejahatan Terhadap Harta Benda” (2003) menyebutkan bahwa pemerasan adalah perbuatan dimana untuk menguntungkan diri sendiri atau perbuatan dimana untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara langsung, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dalam Pasal 368 KUHP.