Menghapus Jejak Re-Kolonisasi Kraton Kuto Besak: Kembalikan Kuto Besak ke Masyarakat Palembang
Demikian juga TNI selalu menganggap Kuto Besak merupakan miliki negara, karena di Kuto Besak, TNI menggunakan hak pakai dengan menganggap Kuto Besak sebagai milik Kementerian Pertahanan. Padahal secara historis, jika ini milik negara dan sejalan dengan maraknya pembangunan serta pariwisata, menurut hemat saya sudah sepantasnya, jika miliki negera, dengan sukarela Kementerian Pertahanan memindahkan hak kepemiliki negara ke pemilik sah dari Kuto Besak ke Pemerintah Kota Palembang atau Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan karena ini adalah Cagar Budaya yang dapat dijadikan aset wisata daerah.
Dulu pada masa Eddy Santana Putra sebagai Wali Kota Palembang atau Alex Noerdin sebagai Gubernur Sumatera Selatan saya anggap pernah memberi angin segar dalam kasus Kuto Besak. Namun sayangnya pasca keduanya, hingga saat ini Pemerintah Kota Palembang dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, saya anggap lebih memilih jalan aman dan tampaknya lebih menganggap Kuto Besak sebagai bagian dari re-kolonialisasi.
Saran saya, sebaiknya komunitas budaya dan sejarah di Palembang, harus bergerak. Membuat berbagai gerakan terstruktur, sistemik dan masif baik di sosmed maupun aksi sosial dalam mencegah lebih lama lagi re-kolonisasi atas Kuto Besak. Sekalian meggugah pemimpin kita Jenderal Prabowo Subianto memberi solusi tepat dalam mengembalikan Kuto Besak ke masyarakat Palembang.
Benteng Vredenburg di Yogyakarta dapat dikembalikan oleh Wapres Sultan HB IX tahun 1975. Begitu juga Benteng van de Bosch dikembalikan pengelolaannya ke Pemerintah Kabupaten Ngawi. Kenapa tidak dengan Kuto Besak yang sebenarnya bukan benteng buatan kolonial, tetapi kraton buatan Kesultanan Palembang Darussalam. ©