Home > Budaya

Menghapus Jejak Re-Kolonisasi Kraton Kuto Besak: Kembalikan Kuto Besak ke Masyarakat Palembang

Kuto Besak yang sebenarnya bukan benteng buatan kolonial, tetapi kraton buatan Kesultanan Palembang Darussalam.

Benteng Kuto Besak yang terletak di tepi Sungai Musi. (FOTO: Dok. D Oskandar)
Benteng Kuto Besak yang terletak di tepi Sungai Musi. (FOTO: Dok. D Oskandar)

Selain itu pada bagian depan dalem terdapat pendhapa tempat sultan menerima tamu. Pada bagian ini terdapat dua ruang kecil longkangan dan pringitan. Pendhapa lebih terbuka dibanding dalem yang hanya untuk berkumpul keluarga atau acara adat atau ruang menerima khusus tamu private sultan. di ruang dalem terdapat tempat duduk sultan ruang kerja sekaligus tempat menerima perwakilan dagang. Pada ruang dalem yang tidak semua orang dapat mengaksesnya berjejer barang-barang mewah untuk menjaga kenyaman pemilik dan tamunya.

Di dalam kuto juga ada dua bangunan yaitu pasebahan dan pamarakan. Bangunan pasebahan merupakan tempat awal sultan menerima tamu untuk mengaturkan sebah atau sembah dalam mengutarakan laporan atau keluhan dari rakyatnya. Bangunan ini terbuat dari kayu berbentuk persegiempat beratap sira dan tidak berdinding. Sebelah bangunan pasebahan terdapat bangunan pamarakan yang memiliki balai bandung atau balai seri tempat sultan duduk menerima seba. Pada saat upacara kebesaran balai bandung dilengkapi dengan regalia kesultanan.

Inilah kenapa kuto besak berbeda dengan istana Maimun di Medan, Istano Basa Pagaruyung di Sumatera Barat atau istana Kadariah di Pontianak. Pada masa kolonial istana cenderung tidak diganggu, berbeda dengan kraton cenderung dihancurkan seperti Kraton Aceh Darud Donya yang dibakar pada perang Aceh. Kraton Jambi di Tanah Pilih yang diruntuhkan dan dibangun ulang oleh Belanda. Kalaupun kraton dibiarkan lebih banyak disebabkan oleh masih adanya kedudukan sultan yang menjadi mitra atau bawahan Kolonial belanda. Antara lain Kraton Surosowan atau Kraton Kaibon di Banten, Kraton Kacirebonan, Kraton Kasepuhan, Kraton Kanoman di Cirebon, atau Kraton Ngayokyakarta di Yogykarta, Kraton Surakarta, dan Kraton Manguknegara di Solo.

Kolonisasi Kuto Besak

Pada masa VOC, pembangunan benteng-benteng menjadi masif, terutama untuk mengaman wilayah perdagangan dan ini banyak di Indonesia bagian Timur pada waktu VOC berkedudukan di Ambon seperti Benteng Nassau dan Belgica di Banda, Benteng Orange di Ternate. Kemudian ketika pindah ke Batavia terdapat banyak benteng seperti Benteng Martelo, Benteng Hollandia, Benteng Noordwijk, Benteng Bommel, Benteng Meester Cornelis di Batavia. Termasuk juga Portugis mendirikan benteng seperti Benteng Formusa di Malaka, Benteng Sao Paolo di Ternate.

Selanjutnya ketika ada usaha fax neerlandica, perluasan wilayah kekuasaan, akibat pergantian VOC ke Pemerintah Kolonial Belanda. Terutama ketika perang Jawa, dilakukan kebijakan Bentengstelseel, siasat perang dengan membangun benteng pertahanan. Maka muncul benteng-benteng pendam, seperti Benteng Ford Willem I di Semarang, Benteng van de Bosch di Ngawi atau Benteng van der Wicjk di Kebumen. Sisa dari penaklukan terhadap pembesar pribumi juga menghadirkan benteng-benteng pertahanan. Yang tujuan utama untuk mengendalikan kuasa pribumi, seperti Benteng Vredeburg di Yogyakarta, Benteng Ford de Kock di Padang, dan Benteng Rotterdam di Makassar.

× Image