Home > Literasi

Pers Mahasiswa Bukan Anak Tiri Pers Nasional

Karena Pers Mahasiswa ini bukan atau belum berbadan hukum pers, maka mereka tidak termasuk dalam ranah perlindungan.

Buku-buku tentang Pers Mahasiswa di Indonesia. (FOTO: Maspril Aries)
Buku-buku tentang Pers Mahasiswa di Indonesia. (FOTO: Maspril Aries)

Pers Alternatif

Kehadiran Pers Mahasiswa di Indonesia bukan pers yang baru lahir kemarin petang. Pers Mahasiswa sudah lama ada di Indonesia, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka. Jadi Pers Mahasiswa bukan anak tiri pers nasional.

Menurut tokoh pers Atmakusumah dalam “Kebebasan Pers dan Arus Informasi di Indonesia” (1981), “Menulis bahwa pers mahasiswa diposisikan sebagai anak tiri dalam sejarah pers Indonesia. Padahal keberadaannya amat berperan dalam menumbuhkan semangat nasionalisme dan gerakan kebangkitan nasional. Jong Java (1914), Indonesia Merdeka (1924), yang diterbitkan oleh komunitas mahasiswa Indonesia di Belanda, Oesaha Pemoeda (1930) yang dikelola mahasiswa di Kairo merupakan media bergenre pers kampus atau pers mahasiswa yang turut menyumbang penyebarluasan gagasan perjuangan dan semangat nasionalisme di masyarakat”.

Tokoh pers yang pernah menjabat Ketua Dewan Pers itu menyatakan bahwa posisi pers mahasiswa tidak jauh berbeda dengan pers umum (arus utama). Di satu sisi harus berupaya bertahan, di sisi lain kebebasannya dibatasi. “Seperti halnya pers arus utama, pers mahasiswa diamati lebih ketat oleh penguasa. Di kampusnya sendiri, juga diawasi dengan ketat oleh pimpinan kampus”, katanya.

Pada masa Orde Baru menurut Atmakusumah, surat kabar mahasiswa dua mingguan Gelora Mahasiswa yang terbit di Universitas Gajah Mada (UGM) dihentikan terbitnya oleh Rektor UGM pada 29 September 1979. Padahal pers mahasiswa juga memiliki tugas kontrol sosial, sekaligus mengisi informasi yang tidak disentuh oleh pers arus utama.

Pada masa Orde Baru Pers Mahasiswa tampil sebagai pers alternatif, yang menyajikan informasi alternatif yang tidak harus berkiblat dengan cara pandang pers arus utama.

Mengutip Sandy Allifiansyah dalam “Media Alternatif di Indonesia (Napak Tilas dan Pencarian Arah di Masa Depan” (2015), Pers Mahasiswa diposisikan tidak jauh berbeda dengan pers umum (arus utama). Di satu sisi Pers Mahasiswa harus berupaya bertahan dengan modal dan sumber daya manusia, di sisi lain kebebasannya dibatasi, bahkan diawasi secara lebih ketat oleh penguasa. Di kampusnya, juga diawasi dengan tidak kalah ketat oleh pimpinan universitas.

Pengusa Orde Baru masa itu mengontrol pers umum untuk mempertahankan kekuasaan. Dampaknya, hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya dan relevan jauh panggang dari api. Jika ada yang nekat menjadi pers yang kritis maka akan dicabut SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers)-nya alias diberedel.

× Image