Home > Lingkungan

Air Kanal Venesia Berubah Hijau, di Venesia Timur Berwarna Coklat (Bagian 2 - Habis)

Ada yang menyebut, Venesia dari Timur adalah daerah yang sekarang disebut DKI Jakarta. Jakarta atau Batavia.

Dari atas jembatan Ampera jika memandang ke Sungai Musi airnya terlihat berwarna coklat. (FOTO : Maspril Aries)

Pada abad ke-19, seorang komisaris yang pernah ditempatkan di Palembang, JL. van Sevenhoven, melukiskan Ibu Kota Palembang dengan sangat menarik. Ia menyebutnya sebagai sebuah kota yang dibagi dan terbagi oleh sungai terbesar di Pulau Sumatera, Sungai Musi. Dalam tulisan tersebut, Sungai Musi disebut sebagai sungai sungsang (terbalik), yang berarti “menentang arus.”

Orang-orang Eropa menyebut Palembang sebagai Venetie oleh karena kota ini penuh dengan muatan-muatan simbolik sebagai kota air, waterfront. Disamping sebutan Venetie van Oost, mereka juga menyebut Palembang sebagai de stad der twintig einlanden atau kota dua puluh pulau.

Pada masa itu pusat Kota Palembang dialiri dan seolah-olah dipetak oleh lebih dari seratus anak sungai dengan lembahnya yang berawa-rawa. Banyaknya anak sungai yang memotong lembah tersebut menyebabkan daratan yang ada tampak berbentuk sebuah pulau. Oleh karena itu, secara topografis, Palembang menjadi kota yang lahannya selalu digenangi air.

Dalam buku “Lukisan tentang Ibukota Palembang,” Sevenhoven menggambarkan bahwa orang-orang Palembang dan Arab tinggal di daratan dengan rumah panggung dari kayu, sementara di atas air, mengapung rumah-rumah rakit tempat tinggal orang Tionghoa, Melayu, dan orang asing lainnya. Oleh karena itu, air menjadi alat transportasi utama.

Pada masa lalu, berdasarkan ciri fisik dan sosio kultural, ketika menggambarkan dan mendeskripsikan Palembang, penulis-penulis kolonial, selalu membuat sinonim keindahan kota dengan merujuk pada Kota Venesia, bahkan mensimbolismekan Kota Palembang sebagai Venesia dari Timur, de Venetie van het Oosten.

Penyebutan Palembang sebagai Kota Venesia tidak terlepas dari stereotip kondisi alami serta sarana fisik yang mirip. Karakteristik yang sama tersebut karena Palembang juga merupakan kota dengan ruang airnya yang sangat dominan dalam kehidupan warganya. Palembang meskipun secara geografis jauh dari laut, masyarakat Palembang menempatkan sungai sebagai hal yang sangat penting bagi segi-segi kehidupan mereka.

Seiring perkembangan zaman, Pemerintah Kolonial Belanda mulai mengubah Palembang dari kota air menjadi kota daratan. Menurut Dedi Irwanto, proses penghilangan simbol kota sebagai Venesia dari Timur dimulai sejak zaman kolonial. Saat itu Gemeente Palembang membuat kebijakan pembangunan dan pengaspalan jalan dengan cara menimbun sungai. Jalan sebagai urat nadi transportasi dibangun di atas “tembokan” yang menimbun sungai dengan menggunakan puru dan kerikil.

Sungai Tengkuruk menjadi anak sungai pertama yang ditimbun untuk dijadikan boulevard kota pada 1929 sampai 1930. Sejak saat itu, secara perlahan namun pasti dimulai penghilangan makna kota sebagai kota sungai yang indah, penimbunan di Palembang pun berlanjut sampai masa kemerdekaan Republik Indonesia dan terus sampai sekarang penimbunan atau alih fungsi lahan tak bisa dicegah.

Kini jika air kanal di Venesia terancam kering dan berubah warna menjadi hijau. Maka di Venesia dari Timur, air Sungai Musi yang dulu bening kini menjadi coklat, seperti air susu coklat. Dari hulu ke hilir sungai Musi yang memiliki panjang sekitar 720 km sudah berubah warnanya menjadi coklat.

Berubahnya warna air Sungai Musi yang menjadi “kanal” Venesia dari Timur tidak terlepas dari kerusakan hutan pada wilayah hulu sungai dan pada sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Air yang mengalir membawa partikel tanah dan mengubah warna air sungai. Degradasi lingkungan yang terjadi telah dan akan terus mengancam daya dukung keberadaan Sungai Musi yang pada masa lalu dibanggakan sebagai bagian dari de Venetie van het Oosten. (Maspril Aries)

× Image