Ke Grasberg Mendaki Keindahan di Puncak Papua
Bandara Mozes Kilangin adalah bandara internasional memiliki fasilitas yang modern dan lengkap. Dan untuk kopinya ada beragam jenis kopi Papua yang bisa dipilih. Ada kopi Pegunungan Bintang, kopi Amungme, kopi Moanemani dan kopi Baliem.
Nama bandara Mozes Kilangin diambil dari nama seorang guru pertama di suku Amungme. Suku ini mendiami dataran tinggi di Kabupaten Mimika, tepatnya di lembah Tsinga (sebelah Timur dari Tembagapura). Mozes Kilangin dijuluki Urumeki artinya guru besar. Ia orang pertama dari suku Amungme dan suku-suku di pegunungan tengah yang mengenyam pendidikan di Belanda, kemudian bekerja sebagai pejabat pemerintah.
Perjalanan selanjutnya akan terbang di atas hutan rimba Papua menggunakan chopper menuju Tembagapura kota tambang “kota negeri di awan.” Ada dua pilihan ke sana, dengan perjalanan darat menggunakan bus atau terbang dengan chopper. Jika menggunakan bus butuh waktu sekitar dua sampai tiga jam untuk tiba di Tambagapura. Perjalanan dengan menggunakan chopper hanya butuh waktu sekitar 20 menit untuk tiba di Heliport Aing Bugin.
Chopper adalah sebutan masyarakat di Timika atau karyawan Freeport untuk alat transportasi jenis helikopter dengan kapasitas angkut lebih besar dari helikopter pada umumnya. Mampu membawa 30 orang berikut awak dan kru untuk satu kali penerbangan. Dalam ilmu sejarah, chopper adalah istilah yang dilekatkan atau nama kapak dari batu. Chopper di Papua adalah alat transportasi domestik paling mahal.
Mendarat di heliport Aing Bugin yang terletak Mile 66 perjalanan dilanjutkan dengan bus “Western” yang memiliki kaca jendela berlapis anti-peluru menuju menuju guest house di Tembagapura dengan waktu tempuh 15 menit guna beristirahat di tengah udara Tembagapura yang pagi itu sangat dingin. Guest house-nya memiliki fasilitas layak standar hotel berbintang.
Jika berkunjung ke sini atau Grasberg jangan lupa membawa perlengkapan jaket tebal untuk menghangatkan tubuh. Suhu di Tembagapura berkisar 5 – 20 derajat celcius. Di kota ini matahari kerap bersinar “malu-malu” karena selalu tertutup awan dan kabut serta hujan.
Kota Tembagapura berada pada ketinggian lebih dari 2.000 mdpl (meter di atas permukaan laut) memiliki topografi perbukitan yang cukup terjal maka tak heran jika jalanan berkelok-kelok dan bergelombang. Tembagapura adalah kota yang rapi dan teratur. Selain di Tembagapura yang terletak di Mile 68 yang menjadi tempat tinggal sebagian besar karyawan PT Freeport Indonesia, juga ada komplek perumahaan Hidden Valley atau Aing Bugin yang terletak sekitar tiga kilometer ke arah Selatan Tembagapura.
Naik Trem ke Grasberg
Setelah persiapan di Tembagapura, perjalanan dilanjutkan ke puncak destinasi wisata Indonesia di Grasberg. Kini saatnya menempuh perjalanan yang sensasional di atas rimba belantara Papua. Perjalanan ke puncak destinasi Indonesia yang berada pada ketinggian sekitar 4.285 mdpl. Mengingat pada ketinggian tersebut oksigen sangat tipis setiap pengunjung yang akan ke sana harus menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu.
Dari Tembagapura perjalan menggunakan bus sekitar 30 menit menuju lokasi yang disebut “Ridge Camp” atau Mile 74. Di sini menjadi tempat pusat pengendali tambang bawah tanah dan tempat tinggal bagi pekerja tambang Freeport Indonesia. Untuk mencapai lokasi tempat ini perjalanannya sangat berkesan karena harus melewati terowongan sepanjang 900 meter dan jalan berkelok -kelok pada ketinggian 2.400 mdpl.
Di Mile 74 moda transportasi harus berganti kali ini akan naik trem atau kereta gantung yang stasiunnya ada pada ketinggian sekitar 2.833,70 mdpl. Kereta gantung ini mampu mengangkut penumpang dan barang kapasitas 14,5 ton dalam satu kali perjalanan. Trem di sini adalah gerbang pertama menuju Grasberg.
Para pekerja tambang menggunakan kereta gantung untuk mencapai tambang emas dan tembaga terbuka (open pit) Grasberg. Di dalam kereta gantung tidak ada tempat duduk, semuanya berdiri berpegangan pada tali gantungnya seperti dalam KRL Jabotabek atau bus kota.
PT Freeport Indonesia memiliki dua kereta gantung atau trem. Kereta gantung yang digerakan dengan energi listrik ini menggantung pada kabel dengan panjang lintasan 1.660 meter. Mengingat vitalnya keberadaannya, kereta gantung ini selalu mendapat perawatan rutin verifikasi keamanan dan layak operasi langsung dari vendor yang berasal dari Swiss. Juga harus mendapat izin operasional dari pemerintah. Juga setiap pekan dilakukan cek rutin lintasan.
Di dalam kereta gantung ada dua orang karyawan PTFI yang mengoperasikannya dan berkomunikasi dengan operator jika terjadi kendala. Kenyamanan dan keselamatan penumpang kereta gantung sangat menjadi perhatian perusahaan tambang yang kini 51 sahamnya milik Pemerintah Indonesia. Jika terjadi pemadaman listrik atau kerusakan disiapkan generator cadangan dengan kereta penyelamat. Kereta gantung saat hujan turun tetap beroperasi dan berhenti beroperasi jika kecepatan angin mencapai 12 m/s.