Home > Lingkungan

Kolaborasi SKK Migas-Medco di Sungsang IV dan Kembalinya Ikan Tirusan

Di tengah ancaman abrasi dan eksploitasi, hutan mangrove di Sungsang IV berdiri sebagai benteng ekologis dan simbol perlawanan terhadap kerusakan lingkungan.
Para jurnalis bersiap menuju kawasan hutan mangrove di Desa Sungsang IV. (FOTO: Maspril Aries)
Para jurnalis bersiap menuju kawasan hutan mangrove di Desa Sungsang IV. (FOTO: Maspril Aries)

“Di mana air tawar bertemu garam, di sanalah cerita bermuara.”

KINGDOMSRIWIJAYA – Di muara Sungai Musi, sungai yang panjangnya 720 km berhulu di Rejang Lebong, Bengkulu, di persilangan antara sungai dan laut berdiri Desa Sungsang IV, desa yang berhadapan langsung dengan Selat Bangka yang membentang ke Laut Cina Selatan, selat yang memisahkan pulau Sumatera dan pulau Bangka. Di sini, air tidak hanya mengalir—ia membawa ingatan. Setiap riak di muara menyimpan jejak kapal jung, suara nelayan, dan gema sejarah yang tak tercatat di buku pelajaran.

Menurut catatan sejarah maritim Sumatera Selatan, kawasan Sungsang masa lalu adalah titik penting dalam jalur perdagangan sejak masa Sriwijaya. Kapal-kapal dari India, Tiongkok, dan Arab pernah bersandar di muara ini, membawa rempah, keramik, dan pengaruh budaya. Setelah kerajaan maritim Sriwijaya meredup, Kesultanan Palembang Darussalam menjadikan Sungsang sebagai pelabuhan strategis untuk perdagangan lada dan hasil laut.

Narasi lokal menyebutkan, Sungsang termasuk kisah kampung nelayan tertua, ritual laut, dan jejak perdagangan maritim di Sumsel. Warga desa menyebut bahwa nenek moyang mereka telah tinggal di sini “sejak sebelum ada Palembang,” sebuah klaim yang bukan sekadar nostalgia, tetapi bentuk klaim identitas.

Semua itu tidak ada dalam catatan sejarah resmi, kebesaran masa lalu tersebut hanya cerita yang keluar dari mulut ke mulut. Sungsang IV memang tidak tercatat sebagai pusat kekuasaan, melainkan sebagai ruang liminal—di antara sungai dan laut, di antara pusat dan pinggiran. Justru karena itu, ia menyimpan potensi naratif yang kuat: sebagai ruang perlawanan terhadap pelupaan.

× Image