Home > Literasi

100 Tahun AA Navis: Lima Tahun Mengirim Cerpen Selalu Ditolak

Navis dengan tajam menyingkap dinamika kehidupan desa dan menyuarakan isu-isu sosial yang relevan hingga kini.

Peringatan 100 Tahun AA Navis di kantor Unesco, Paris, Prancis. (FOTO: Badan Bahasa)
Peringatan 100 Tahun AA Navis di kantor Unesco, Paris, Prancis. (FOTO: Badan Bahasa)

Ali Akbar Navis atau AA Navis adalah salah seorang di antara sekian banyak sastrawan Indonesia yang namanya cukup terkenal di Indonesia. Karya sastra yang dihasilkannya menarik banyak kritikus sastra dalam dan luar negeri. Daya tarik karyanya sebenarnya terletak pada persoalan-persoalan kemasyarakatan yang ditampilkannya lewat gaya bahasa khas Navis penuh humor dan cemooh.

Pro dan kontra terhadap karyanya sering menjadi menjadi bahan pembicaraan atau diskusi, bahkan pernah pada suatu ketika mendapat reaksi yang cukup keras dari golongan tertentu karena karyanya itu dianggap bertentangan dengan kepercayaan satu agama tertentu.

Popularitas Navis sebagai sastrawan Indonesia lewat karya-karyanya itu tidaklah diperoleh begitu saja tanpa perjuangan. Banyak liku kehidupan yang dilaluinya. Banyak hambatan dan rintangan yang dialaminya. Suka dan duka silih berganti. Untuk sampai ke puncak karirnya ternyata Navis harus melaluinya lewat kurun waktu yang cukup lama dan panjang.

Puisi Epigon

Dalam tulisannya yang ditulis tahun 1978 dan dimuat pada buku berjudul “Proses Kreatif Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang” dengan editor Pamusuk Eneste, Navis menulis “Bagi saya menulis tidaklah begitu mudah”.

AA Navis yang pernah mengenyam pendidikan di INS Kayutanam pimpinan Angku Syafei menguraikan alasannya. Pertama, Bahasa Indonesia saya tidak lancar. Mungkin karena saya tidak banyak bergaul dengan orang-orang yang memakai bahasa Indonesia. Sehingga ketika saya menulis, saya berpikir dalam struktur bahasa Minangkabau, lalu menuliskannya ke dalam bahasa Indonesia. Kesulitan utama ialah dalam menulis dialog para pelaku cerita.

× Image