Home > News

Illegal Coal Minning Rp556 Miliar, Polda Sumsel Sita Mobil Mewah Porsche (dan Sejarah Batu bara)

Terungkapnya pertambangan batu bara illegal atau pertambangan tanpa izin (PETI) pada 5 Agustus 2024 saat dilakukan operasi illegal mining di wilayah Muara Enim.

Konperensi pers pertambangan batu bara ilegal dengan Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Sunarto (kedua dari kiri) dan Direskrimsus Kombes Pol Bagus Suropratomo Otobrianto (ketiga dari kiri). (FOTO: Humas Polda Sumsel)
Konperensi pers pertambangan batu bara ilegal dengan Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Sunarto (kedua dari kiri) dan Direskrimsus Kombes Pol Bagus Suropratomo Otobrianto (ketiga dari kiri). (FOTO: Humas Polda Sumsel)

Lematang Maatschappij yang awalnya hanya perusahaan pengumpul batu bara dari warga sekitar Lematang mulai berusaha membuka perusahaan tambang batu bara. Pada tahun 1917 perusahaan tersebut dari tambang batu bara di Tanjung Enim memproduksi batu bara 9.765 ton.

Satu tahun kemudian pada 1918 produksi batu bara Lematang Maatschappij meningkat pesat mencapai 50.312 ton, saat itu produksi tersebut merupakan produksi batu bara terbesar di negeri jajahan kolonial Hindia Belanda.

Melihat produksi batu bara yang besar tersebut, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengutus Ir Ziegler untuk melakukan penelitian. Ziegler sebelumnya adalah pemimpin tambang batu bara di Pulau Laut, sekarang di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Penelitian tersebut berlanjut ke eksplorasi. Hasil penelitian menunjukkan di kawasan yang sekarang bernama Bukit Asam diitemukannya kandungan batu bara dalam jumlah yang besar.

Eksplorasi tambang batu bara di Tanjung Enim mulai dilakukan tahun 1916 dipimpin Ir Man Haat. Potensi kandungan batubara yang besar di perut bumi Tanjung Enim membuat penguasa kolonial tergoda untuk menguasainya, dengan Stadblad No. 198 tahun 1919 Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dengan mengambil alih Lematang Maatschappij berikut area penambangan Boekit Asam Mijnen Kolen atau tambang batubara Bukit Asam.

Sejak saat itu penambangan batu bara di Sumsel mulai dilakukan secara besar-besaran dengan sentuhan teknologi lebih maju walau dengan metode penambangan open pit atau penambangan terbuka. Lalu pada 1923 – 1940 Pemerintah Hindia mengubah dengan metode penambangan bawah tanah atau underground minning. Dengan metode tersebut, beresiko buruk bagi pada pribumi pekerja tambang. Akibat keterbatasan teknologi kecelakaan kerja kerap terjadi dan banyak pekerja yang tewas tertimbun batu bara.

Baru pada tahun 1940 Pemerintah Kolonial menyadari dampak dan kerugian dari metode underground minning yang menimbulkan kerugian dan merenggut korban jiwa. Penambangan bawah tanah dihentikan dan dikembalikan ke metode penambangan terbuka yang sampai sekarang terus berlangsung dan banyak diterapkan perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Sumsel. (maspril aries)

× Image