Home > Politik

Pesan Pilkada: Waspada dengan Calon yang Hobi Survei dan Pencitraan

Coba perhatikan penampilan para calon kepala daerah yang menonjol bukan karena gagasan atau program kerja, melainkan karena citra yang mereka ciptakan melalui media massa, media sosial, iklan, dan perangkat komunikasi politik lainnya.

Ilustrasi gaya kampanye orasi. (FOTO: pixabay.com)
Ilustrasi gaya kampanye orasi. (FOTO: pixabay.com)

Yang berikutnya adalah citra religius dan berintegritas. Pencitraan model ini klerap dijumpai pada daerah, terutama yang memiliki basis pemilih religius yang kuat, sang kandidat beranggapaan citra sebagai pemimpin yang religius dan berintegritas sangat berpengaruh untuk mendulang suara pemilih.Kandidat memanfaatkan identitas agama mereka atau menampilkan diri sebagai pemimpin yang taat beragama untuk menarik dukungan dari kelompok-kelompok keagamaan. Para pengamat politik menyebutnya sebagai politik identitas.

Bagaimana pola pencitraan yang satu ini bisa terlihat oleh para pemilih, salah satunya dibangun melalui retorika keagamaan, partisipasi dalam acara-acara keagamaan, atau bahkan melalui simbol-simbol agama yang ditampilkan dalam kampanye. Namun, seperti bentuk pencitraan lainnya, citra religius ini sering kali tidak mencerminkan integritas sebenarnya dari kandidat. Ada banyak kasus di mana pemimpin yang tampaknya religius dan berintegritas akhirnya terlibat dalam skandal korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan setelah terpilih.

Survei Pencitraan

Semua bentuk dan praktek pencitraan politik seperti blusukan menurut pakar ekonomi Rizal Ramli (alm), adalah fenomena politik yang lebih menonjolkan pencitraan ketimbang politik pencerdasan. Rizal Ramli mantan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Joko Widodo membandingkannya dengan masa awal kemerdekan, jika para perintis kemerdekaan zaman dulu, mereka adalah pemimpin pencerdasan, sedangkan para pemimpin sekarang adalah pemimpin pencitraan.

Rizal Ramli benar, pada masa Pilkada banyak calon kepala daerah mengandalkan politik pencitraan sebagai cara mendongkrak elektabilitas. Melalui politik pencitraan, sang kandidat membuat pemilih terjebak dalam pilihan yang dangkal. Ketika pemilih hanya melihat citra yang ditampilkan oleh kandidat tanpa melakukan penilaian yang lebih mendalam dan melihat rekam jejaknya, maka yang terpilih adalah kandidat yang tidak kompeten tidak memiliki kapasitas dalam memimpin dan membangun daerahnya.

× Image