Seru, Bakal Ada Banyak Politik Dinasti di Pilkada 2024
Politik Dinasti
“Politik dinasti atau dinasti politik dalam dunia politik modern dikenal sebagai elit politik yang berbasiskan pertalian darah atau perkawinan sehingga sebagian pengamat politik menyebutnya sebagai oligarki politik”.
Kutipan di atas ditulis Dewi Masyitha dalam “Tafsir Hermeneutika Politik Atas Gejala Demokrasi Versus Dinasti pada Pilkada Serentak 2015”. Menurutnya, dalam konteks Indonesia, kelompok elit adalah kelompok yang memiliki kemampuan untuk yang mempengaruhi proses pembuatan keputusan politik. Sehingga mereka kadang relatif mudah menjangkau kekuasaan atau bertarung memperebutkan kekuasaan.
Sebelum munculnya gejala dinasti politik, kelompok elit tersebut diasosiasikan elit partai politik, elit militer dan polisi, elit pengusaha atau pemodal, elit agama, elit preman atau mafia, elit artis, serta elit aktivis.
Dari banyak definsi tentang politik dinasti di ranah ilmu pengetahuan, dapat diartikan secara sederhana sebagai sejumlah kecil keluarga mendominasi distribusi kekuasaan. Menurut Y Asako, T Iida, T. Matsubayashi, dan M Ueda, dalam “Dynastic politicians: Theory and evidence from Japan” (2015), para pelaku atau aktor politik atau politikus dinasti adalah mereka yang mewarisi jabatan publik yang sama dari anggota keluarga mereka yang memegangnya sebelum mereka.
Dalam penelitiannya Dewi Masyitha menulis, politik dinasti atau dinasti politik bukanlah hal baru di Indonesia, sejak Orde Baru sampai sekarang, Indonesia diwarnai politik dinasti, diakui atau tidak, Indonesia dipenuhi oleh politisi yang masih memiliki hubungan keluarga, satu dengan lainnya. Semua itu dengan kasat mata dipertontonkan juga pada masa pasca reformasi, dari pusat sampai ke daerah.
Pada bagian kesimpulan penelitiannya, Dewi Masyitha menuliskan, sekalipun demokrasi mengedepankan kesamaan hak, sejatinya demokrasi memang dirancang oleh para pengagasnya simultan dengan ekonomi liberal. Artinya, di negara-negara perintis demokrasi di Barat, kesejahteraan sudah terasa, sehingga muncullah kelas menengah yang independen, yang pada gilirannya mendukung demokrasi dengan sendirinya. Resikonya apabila kesiapan kelas menengah belum merata, maka terjadi deviasi, seperti munculnya fenomena dinasti politik. Dinasti politik muncul lantaran belum adanya kelas menengah yang mumpuni.
Artikel ini tidak akan membahas tentang kelas menengah dan politik dinasti, namun melihat pada politik dinasti yang tumbuh dan berkembang, bahkan meluas. Politik dinasti terlihat marak ketika musim kontestasi politik tiba, seperti pemilihan umum, pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah (pilkada) sampai pemilihan kepala desa (pilkades).