Pilihan Absurd, Pilih Mana: Pilkada Kotak Kosong atau Calon Tunggal?
Memilih kotak kosong atau calon tunggal dalam demokrasi dapat dikatakan sebagai perilaku absurd. Kepada paslon dan pendukungnya yang tetap menginginkan melawan kotak kosong pada Pilkada 2024, mengutip Jannus TH Siahaan pakar Sosiologi dari Universitas Padjadjaran dalam “Melawan Kotak Kosong dalam Pilkada” (2018), “Melawan kotak kosong dalam Pilkada sebenarnya memalukan, bukan justru membanggakan”.
Menurutnya, karena ada cara pandang mainstream bahwa melawan kotak kosong bermakna dominasi satu kandidat, baik popularitas maupun elektabilitas. Dominasi semacam ini, dalam kacamata personal sang kandidat, adalah sebuah “kehebatan”. Bagaimana tidak, nyaris tak ada yang berani menantang lantaran super dominasi tersebut”.
“Secara logika komparatif, pemenangnya sebenarnya adalah kotak kosong itu sendiri. Pasalnya, sekalipun sebenarnya pemenangnya secara meyakinkan adalah pasangan tunggal tersebut, toh level lawannya hanya kotak kosong. Jadi ya sama sajalah”, tulisnya.
Potret ini terlihat nampak jelas dalam proses demokrasi di daerah pada pilkada yang lalu dengan hanya satu kandidat atau paslon. Bagaimana dengan Pilkada 2024? Menurut Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari, kontestasi kotak kosong melawan kandidat pemilihan kepala daerah akan bertambah pada Pilkada 2024. Pilkada 2020, ada 25 kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada dengan satu pasangan kandidat melawan kotak kosong.
“Potensinya bisa besar bertambah ya, karena kecurangan itu modelnya banyak sekali, salah satunya dengan membeli seluruh perahu partai politik agar lawan tidak tersaingi”, kata pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand).
Jika ini tetap terjadi, anda pilih mana: pilkada kotak kosong atau calon tunggal? Silahkan renungkan dahulu, mumpung Pilkada 2024 masih beberapa bulan lagi menjelang 27 November 2024. (maspril aries)