Agus Fatoni Memberi Brand (Merek Dagang) Kopi Sumsel
“Karena di tahun 1890 ada perkebunan di Pagaralam dengan luas 37 ribu hektar termasuk tanaman kopi di Pagaralam ini, apalagi selama masa Kesultanan Palembang, Pagaralam dan sekitarnya merupakan daerah yang bebas sehingga Belanda tidak bisa masuk. Baru tahun 1867 Pagaralam bisa diduduki Belanda dan pada tahun 1870 hama kopi sempat merusak perkebunan kopi di Parahyangan sehingga Belanda mencoba bibit kopi ke Sumsel”, kata dosen sejarah FKIP Unsri.
Selain itu menurutnya, Belanda tidak hanya menyuruh masyarakat menanam kopi malahan tahun 1890 itu sudah ada 21 perusahaan asing yang mengembangkan kopi di Pagaralam baik dari Belanda dan Inggris . Dan uniknya, Belanda juga ikut membina masyarakat setempat dengan cara menanam kopi termasuk panennya dan segala macam sehingga kopi yang dihasilkan berkualitas tinggi.
Sumsel Terbesar
Jika kopi sudah mulai ditanam atau dihasilkan tahun 1890 maka sampai 2024 atau selama 134 tahun kopi yang dihasilkan dari Sumsel tidak miliki brand. Ketiadaan brand kopi Sumsel sampai saat ini adalah ironi, walau Sumsel sudah dikenal sejak lama sebagai daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia.
Menurut Ketua Umum Dewan Kopi Indonesia Provinsi Sumsel Zain Ismed, ketiadaan brand salah satu penyebabnya, adalah pintu perdagangan kopi Sumsel banyak melalui Provinsi Lampung. “Kopi dari wilayah Sumsel lebih banyak dikenali sebagai kopi Lampung karena dikirimkan lewat sana, padahal Sumsel ada pelabuhan sendiri, aneh tapi inilah kenyataannya,” katanya.
Dari data Kementerian Pertanian tahun 2019, Sumatera merupakan lumbung kopi Indonesia, sebanyak 514 ribu ton atau sekitar 71 persen. Provinsi Sumatera Selatan adalah daerah dengan produksi kopi terbesar di Indonesia mencapai 251 ribu ton kemudian diikuti Provinsi Lampung dan Aceh. Produksi kopi Indonesia pada 2018 sekitar 722.461 ton, terdiri atas 685.787 ton kopi dari perkebunan rakyat, 19.926 ton perkebunan besar negara, dan 16.748 ton perkebunan besar swasta.