Kapan Wartawan Datang ke Perpustakaan? (Artikel Hari Buku Sedunia yang Terlambat)
Jadi jika ada wartawan atau jurnalis yang tidak akrab dengan perpustakaan atau tidak pernah berkunjung ke perpustakaan, maka dapat dikatakan wartawan itu tergolong miskin pengetahuan dan informasi. Walau ada membela diri, untuk mencari referensi atau informasi kan bisa berselancar di dunia maya dengan menggunakan mesin pencari yang ada.
Menggunakan internet dengan memanfaatkan mesin pencari, memang terasa memudahkan kerja seorang wartawan. Namun waspada seperti ditulis Bagja Hidayat wartawan Tempo dalam sebuah artikelnya, “Internet mengkhawatirkan karena ia memudahkan hal-ihwal. Internet membuat cemas karena telah membuat kita malas”.
Menurut Bagja, wartawan dulu, jika akan menulis, cuma mengandalkan bahan-bahan yang dicetak. Wartawan itu harus berkutat di perpustakaan, membaca banyak buku-tentu saja tidak dengan sambil lalu-untuk mencari perspektif dari apa yang akan ia tulis. Ia menandai bahan-bahan penting, lalu menyusunnya agar mudah ditemukan ketika proses menulis dimulai. Pendeknya, menulis adalah sebuah kerja yang militan.
Intellectual Action
Pada momen peringatan Hari Buku Sedunia 2024, masih adakah ditemukan wartawan yang datang ke perpustakaan lalu meminjam beberapa judul buku sesuai dengan kebutuhan dan kembali ka kantor redaksi tempatnya bekerja, meletakan buku tersebut di atas meja kerjanya, lalu membacanya. Mungkin sudah jarang dijumpai pemandangan seperti itu.
Bagaimana seorang wartawan bisa menulis atau menerbitkan sebuah buku jika tidak pernah terlihat datang ke pustakaan atau ke toko buku kemudian membaca buku. Menulis buku bagi seorang wartawan seperti menurut Jakob Oetama “Buku adalah mahkota wartawan”.