Home > Literasi

Belajar Jurnalisme Data dengan Apriyadi

Menurut Apriyadi, persoalan kemiskinan dan tata kelola data di Kabupaten Muba menjadi perhatian seriusnya sebagai kepala daerah.

Dekan Fisip Unsri Alfitri (dua dari kanan) bersama Pj Bupati Apriyadi (kanan) pada FGD “Model Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan dan Tata Kelola Data di Kabupaten Musi Banyuasin
Dekan Fisip Unsri Alfitri (dua dari kanan) bersama Pj Bupati Apriyadi (kanan) pada FGD “Model Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan dan Tata Kelola Data di Kabupaten Musi Banyuasin". (FOTO: Dinkominfoa Muba)

Jurnalisme Data

Menurut Riduwan dalam “Skala Pengukuran dalam Penelitian” (2015) ada beberapa karakteristik atau ciri-ciri pokok statistik, yaitu statistik bekerja dengan angka. Statistik bersifat objektif dan statistik bekerja dengan angka sehingga mempunyai sifat objektif. Kemudian statistik bersifat universal (umum). Statistik tidak hanya digunakan dalam salah satu disiplin ilmu saja.

Sudjana dalam bukunya berjudul “Metoda Statistika” (2004) menulis, dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, bahwa ilmu statistika telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Hampir semua kebijakan publik dan keputusan-keputusan yang diambil oleh pakar ilmu pengetahuan berdasarkan metode statistika serta hasil analisis dan interpretasi data, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Selanjutnya, statistika dapat digunakan sebagai alat komunikasi, deskripsi, regresi, korelasi dan komparasi.

Data atau statistik juga digunakan dalam jurnalisme. Dalam praktek jurnalisme di lingkungan komunitas pers dikenal adanya genre atau ragam jurnalisme data melengkapi berbagai genre jurnalisme yang sudah lebih dulu ada. Jurnalisme data seperti membenarkan pernyataan Riduwan dalam “Skala Pengukuran dalam Penelitian” bahwa statistik (data) tidak hanya digunakan dalam salah satu disiplin ilmu saja.

Apa itu jurnalisme data? Mengutip Aditya Rizki Yudiantika dalam “Jurnalisme Data dan ‘Big Data’” (2016), istilah jurnalisme data atau biasa disebut data-driven journalism (DDJ) mulai digunakan sejak 2009. Istilah ini menggambarkan proses jurnalistik berdasar pada analisis dan penyaringan “set data” untuk membuat berita (news story).

Menurut Mirko Lorenz dalam makalahnya (dimuat dalam prosiding data-driven journalism: what is there to learn) pada satu konferensi DDJ tahun 2010, bahwa jurnalisme data memiliki pendekatan lebih luas. Ia tumbuh seiring ketersediaan data terbuka (open data) yang bisa diakses oleh publik dan dapat diolah lewat peranti lunak terbuka (open source).

Tujuannya menciptakan layanan baru di ranah publik, membantu konsumen, manajer, dan politisi untuk memahami pola dan membuat keputusan dari temuan-temuan yang ada. Harapannya bisa membantu menempatkan wartawan ke dalam peran yang lebih relevan bagi masyarakat dengan pendekatan baru.

× Image