Pertempuran 5 Hari 5 Malam dan Amnesia Sejarah
P5H5M adalah sejarah yang harus terus dikenang dan dipelajari sampai generasi Z atau milenial. P5H5M adalah salah satu upaya atau “obat” bagi siapa pun yang terpapar “amnesia sejarah”.
Mengutip Christianto Dedy Setyawan, Sariyatun, Cicilia Dyah Sulistyaningrum Indrawati dalam “Penguatan Nilai-Nilai Keteladanan Hidup Berbasis Forum Komunitas Sejarah Pada Generasi Muda Masa Kini” (2021), amnesia sejarah menjadi bagian dari rupa gangguan yang dapat mengganggu proses perkembangan karakteristik generasi muda. Amnesia sejarah dapat terjadi jika pelajaran sejarah hanya sekadar numpang lewat dalam kehidupan manusia. Lupa terhadap sejarah menjadi fenomena yang berbahaya.
Christianto Dedy Setyawan dan kawan-kawan mengajak untuk merawat daya ingat terhadap sejarah dapat menentukan sikap hidup manusia di masa kini dan masa depan.
“Masyarakat yang mengalami amnesia sejarah terhadap lingkungan tempat tinggalnya tidak akan merasa turut memiliki wilayah tersebut beserta aneka isinya", tulis Christianto Dedy Setyawan, Sariyatun, Cicilia Dyah Sulistyaningrum Indrawati dalam penelitiannya.
Menurut mereka, “Masyarakat cenderung cuek, abai, dan enggan melibatkan diri dengan lingkungan sekitarnya karena kurangnya jalinan tali penghubung antara manusia dengan lokasi. Mereka tidak mengetahui jika sejarah lokal mempunyai peran besar dalam membangun identitas serta kebanggaan masyarakat setempat”.
Amnesia sejarah bukan sekedar “penyakit”. Mengutip Leela Gandhi dalam bukunya “Teori Poskolonial: Dalam Meruntuhkan Hegemoni Barat” berpendapat bahwa bangsa-bangsa bekas koloni cenderung berusaha lepas dari luka lama dengan cara amnesia sejarah, dengan kata lain secara sengaja menghapus sejarah kelam masa penjajahan dari kerangka pikir bangsa-bangsa terjajah.
Hal ini mempengaruhi pola pikir dan mentalitas sehingga semakin tidak percaya diri dan tidak mempunyai pegangan sejarah yang kuat dan mudah diombang-ambingkan oleh ketergantungan pada sistim-sistim kolonial.
Menurut Nani I.R Nurrachman dalam penelitian “Memori Menjadi Narasi: Trauma Sosial dalam Sejarah Nasional” (2016), sering terlontar bahwa bangsa Indonesia mudah lupa, memiliki memori ingatan jangka pendek. Bahkan pada saat-saat di mana sebagian masyarakat mempertanyakan rasa kebangsaan sebagai bangsa Indonesia, dikatakan bahwa bangsa ini sedang mengalami ‘amnesia sejarah’.