Perjalanan ke Tiga Masjid di Banten, Solo dan Bakauheni
Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten salah satu masjid tua yang ada di Nusantara. Masjid ini juga disebut Masjid Agung Banten Lama karena merujuk pada letaknya di kawasan Banten Lama. Tepatnya di Kelurahan Banten Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Letak masjid peninggalan pertama dari Kesultanan Banten tidak berada pada jalan lintas utama menuju Jakarta.
Walau letaknya tidak di tepi jalan utama atau di tepi jalan tol Jakarta – Merak, untuk menjangaku masjid yang menurut database cagar budaya dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten, Masjid Agung Banten merupakan bagian dari kesatuan integral ibukota kerajaan yang bercorak Islam Banten, tidak sulit dan dijamin tidak tersesat.
Jika membawa kendaraan roda empat ke Masjid Agung Banten, memang untuk parkir agar repot, apa lagi pada hari libur saat kunjungan wisatawan membludak. Dari tempat parkir harus berjalan kaki melewati jalan yang di kiri kanan banyak pedagang berjualan aneka makanan termasuk makanan khas setempat, ada emping ukuran besar sampai telur asin, ada aksesoris aneka rupa dengan aneka harga.
Masjid Agung Banten ini merupakan sebuah kompleks bangunan yang terdiri dari bangunan utama masjid, bangunan tiamah, menara dan komplek pemakaman.
Berdasarkan sejarah Banten, bangunan utama Masjid Agung Banten ini didirikan pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin (1552-1570), raja pertama yang memerintah Kesultanan Banten. Bangunan utama masjid memiliki rancang bangun tradisional, memiliki ciri-ciri sebagai masjid kuno Jawa. Di sebelah selatan bangunan masjid terdapat bangunan tiamah, bangunan berbentuk persegi empat panjang, bertingkat, dan berlanggam arsitekur Belanda kuno.
Tiamah dibangun pada masa pemerintahan Sultan Haji (1672-1687) dan dibuat oleh Hendrik Lucaszoon Cardeel, diperuntukkan sebagai tempat bermusyawarah dan diskusi-diskusi agama Islam dan diduga dulu juga pernah dipakai sebagai sekolah Islam atau pesantren.
Di komplek Masjid Agung Banten juga ada makam raja-raja Banten dan keluarganya, kolam, dan istiwa. Banyak wisatawan yang datang ke sini adalah untuk berziarah ke makam raja-raja Banten. Untuk berziarah pengunjung harus bergiliran, masuk satu rombongan, rombongan berikutnya menyusul.
Masuk ke komplek Masjid Agung Banten sudah banyak pedagang asongan menawarkan kantong plastik untuk membawa sandal dan air botol dalam kemasan, karena sejak dari koridor depan, untuk masuk ke komplek alas kaki, sepatu atau sandal harus lepas, dibawa dalam kantong plastik atau letakan di tempat penitipan.
Lepas urusan alas kaki, beberapa meter melangkah sudah disambut petugas yang menjaga kotak amal dari wisatawan yang diminta bersedekah. Jumlah kotak amal dan petugasnya ternyata tidak satu, melainkan banyak. Terasa kurang nyaman ketika para penjaga kotak amal meminta pada pengunjung yang datang untuk mengisi kotak amal.
Menurut catatan sejarah, Masjid Agung Banten ini adalah peninggalan pertama dari Kesultanan Banten yang dibangun oleh Sultan Banten, yakni Maulana Hassanuddin dan putranya Maulana Yusuf.
Pada masa lalu, Banten memiliki peran yang penting dalam sejarah perkembangan agama Islam khususnya di pulau Jawa bagian barat. Di Banten berdiri kerajaan Islam bernama Kesultanan Banten dengan raja pertamanya Sultan Maulana Hasanuddin.
Bangunan Masjid Agung Banten arsitekturnya unik karena dirancang oleh tiga orang arsitek yang berasal dari tiga bangsa yang berbeda, yaitu arsitektur Raden Sepat yang berasal dari Majapahit, Tjek Ban Tjut yang berasal dari Cina serta Hendrik Lucaz Cardeel, seorang Belanda yang sudah masuk Islam dan menjadi anggota kesultanan.
Saat tiba di masjid yang dibangun tahun 1552-1570, matahari sedang tinggi, udara pun sangat panas dalam hitungan menit menanti saat azan salat zuhur bergema. Walau berkunjung tak lama berkesempatan untuk menunaikan salat zuhur berjemaah bersama para pengunjung lainnya yang datang dari berbagai daerah.
Selain masjid di sebelah timur masjid juga berdiri menara masjid yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Masjid Agung Banten. Menara yang terbuat dari batu bata ini menjadi ciri khas Masjid Agung Banten Lama. Tinggi menara sekitar 24 meter dengan diameter bagian bawah kurang lebih 10 meter. Di dalamnya ada 83 buah anak tangga untuk mencapai puncak menara. Dari arah menara dapat melihat perairan lepas pantai yang jaraknya sekitar 1,5 km.
Menara ini didesain oleh arsitek Lucas Cardeel dan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Haji. Jika kita melihat bentuk bangunan menara dari bawah, bentuknya yang menyerupai mercusuar yang banyak dibangun pemerintah kolonial di beberapa daerah, berbentuk segi delapan dan konstruksi tangga melingkar seperti spiral. Menara ini tempat mengumandangkan azan.
Menurut catatan sejarah menara masjid yang sekarang diduga merupakan menara pengganti dari menara sebelumnya. Berdasarkan Babad Banten menara yang pertama dibangun masa Maulana Yusuf (1570-1580) dengan arsiteknya seorang berkebangsaan Cina bernama Tjek Ban Tjut.