Perjalanan ke Tiga Masjid di Banten, Solo dan Bakauheni
KAKI BUKIT – Pada setiap perjalanan ke tujuan mana pun, singgah ke masjid-masjid yang ada pada bentang peta perjalanan adalah bagian dari sebuah ritual yang terus diikhtiarkan selama hayat masih dikandung badan. Singgah untuk menunaikan salat fardu atau salat sunat adalah bagian dari perjalanan hidup yang tidak boleh dilupakan.
Kali ini pada perjalanan dengan melaju di atas jalan bebas hambatan atau jalan tol, menggunakan kapal penyebrangan menyebrangi Selat Sunda, dan kereta api, ada tiga tempat yang menjadi destinasi perjalanan kali ini. Pertama, Banten tepatnya Banten Lama. Kedua, Kota Solo dan ketiga, Bakauheni, sebuah kawasan pelabuhan yang terletak di ujung Selatan pulau Sumatera.
Setelah menempuh perjalanan hampir lima jam di atas ruas tol Palembang – Bakauheni dengan perjalanan yang kerap rehat sejenak di rest area akhirnya tiba juga di Bakauheni, pelabuhan penyebrangan yang paling sibuk di Indonesia. Pelabuhan yang berada di Kabupaten Lampung Selatan ini bukan pelabuhan penyebrangan pertama dari Sumatera ke pulau Jawa yang ada di Provinsi Lampung.
Dulu untuk menyebrang ke pulau Jawa atau pelabuhan Merak dengan menggunakan kapal penyebrangan atau kapal ferry berangkatnya dari pelabuhan Bakauheni yang terletak di kawasan Telukbetung. Menyebrang Selat Sunda dengan kapal waktu itu butuh waktu empat sampai lima jam pelayaran.
Atau menyebrang dari pelabuhan Panjang ke pelabuhan Merak dengan kapal motor (KM) untuk mengangkut barang dan penumpang. Ada tiga kapal yang melayani pelayaran antara dua pelabuhan tersebut pada masa Orde Baru, yaitu KM Halimun, KM Krakatau dan KM Bukit Barisan. KM Bukit Barisan terbakar dan tenggelam saat bongkar muat di pelabuhan Merak tahun 1977.
Bagi mereka yang milenial atau Gen Z atau siapa saja agar tidak amnesia histori, bahwa dalam sejarah penyebrangan dari Sumatera ke Jawa sebelum ada pelabuhan penyebrangan Bakauheni, lebih dulu ada pelabuhan Srengsem. Pemerintah Orde Baru dibawah Presiden Soeharto membangun pelabuhan Bakauheni mengantisipasi pelabuhan Srengsem yang mulai tidak mampu menampung kendaraan dan penumpang yang hendak menyebrang ke Jawa.
Penyebrangan Sumatera ke Jawa dan sebaliknya dikelola oleh perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) PT ASDP (Angkutan Sungai Danau dan Penyebrangan). Pelabuhan Srengsem yang mulai beroperasi tahun 1978 lalu pada tahun 1980 dipindahkan ke Bakauheni yang berjarak sekitar 90 km, dan Bakauheni pun terus berkembang kini tengah dikembangkan menjadi kawasan Bakauheni Harbour City.
Saatnya menyebrang telah tiba, dengan menggunakan kapal ekspres dari pelabuhan Bakauheni menuju pelabuhan Merak, dua jam dalam pelayaran kapal pun sandar di pelabuhan Merak yang ada di Provinsi Banten. Bermalam di Cilegon menjadi pilihan karena esoknya akan menuju destinasi pertama, Masjid Agung Banten di kawasan Banten Lama. Cilegon adalah kota yang dulu identik sebagai kota baja karena di sini ada pabrik besi baja bernama PT Krakatau Stell sering disebut “PTKS” sebuah perusahaan BUMN.