Kandasnya Mimpi di Tanjung Api-Api
Sejarah KEK
Di Indonesia, menurut Syarif Hidayat dan Maxencius Tri Sambodo, dalam “Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)” (2010), tonggak pembentukan KEK atau biasa disebut Special Economic Zone (SEZ) di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Singapura pada 25 Juni 2006. Esensi dari kesepakatan tersebut, yaitu untuk menciptakan iklim investasi dan perdagangan lebih baik di wilayah Batam, Bintan dan Karimun (BKK),”
KEK menjadi salah satu kebijakan strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia. KEK di Indonesia didorong oleh kisah sukses pengembangan KEK di berbagai negara, terutama China. Indonesia sendiri sebenarnya mulai menerapkan strategi pembentukan KEK ini pada tahun 1970-an dengan menjadikan daerah Batam, Bintan dan Karimun sebagai percontohan.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di wilayah Kepri ini mendorong pemerintah untuk mengembangkan sejumlah KEK di beberapa wilayah Indonesia lainnya. Namun, dari beberapa KEK yang sudah berjalan, ternyata terdapat beberapa kendala dan persoalan. Salah satunya KEK TAA.
Dalam sejarahnya di dunia, menurut Andrew Cheesman dalam “Special Economic Zones & Development: Geography and Linkages in the Indian EOU Scheme,” (2012) model zona ekonomi khusus pertama kali didirikan di Shannon, Irlandia pada tahun 1959. Zona Shannon dibangun di daerah pedesaan dekat tempat yang sekarang menjadi salah satu tempat angkutan penumpang dan angkutan udara tersibuk di Eropa.
Zona ini telah berhasil dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi asing. Shannon Free Zone memiliki 100 perusahaan yang menghasilkan 6.500 pekerjaan berketerampilan tinggi. Sejak 1959, zona modern telah menyebar secara internasional, terutama di negara berkembang.
Dari situ kemudian model zona ekonomi khusus menyebar ke banyak negara, diantaranya China pada tahun 1979. Menurut Andrew Cheesman, Dalam perkembangannya, kebijakan zona ini telah dibentuk di lebih dari 130 negara di dunia (sebagian besar di negara berkembang). Perkembangan dari zona ekonomi khusus ini telah berkontribusi pada perekonomian suatu negara terutama dalam hal perdagangan.
Zona ekonomi khusus telah memfasilitasi ekspansi global kapital yang berasal dari negara maju. Kecepatan proliferasi zona ekonomi ini dinilai sebagai sebuah platform yang mempengaruhi kebijakan atau tujuan ekonomi sebagai respon terhadap ekonomi, keadaan sosial, politik suatu negara.
Masih menurut Andrew Cheesman, dua dari KEK yang paling sukses adalah KEK di China dan Mauritius. Keduanya merupakan contoh implementasi zona yang mengarah pada pembangunan ekonomi positif.
Pada Agustus 1980, Pemerintah China mengumumkan empat kota di bagian tenggara wilayah pesisir menjadi zona atau KEK. Tempat itu awalnya hanya kota kecil, yaitu Shenzhen, Zhuhai, dan Shantou di Provinsi Guangdong dan Xiamen di Propinsi Fujian.
Kemudian Pemerintah China membuka 14 kota lainnya yang lebih besar di sepanjang pesisir wilayah China diberikan status “open coastal city” dan dibuka untuk perdagangan dan investasi luar negeri pada tahun 1984. Kota-kota tersebut adalah, Tianjin, Dalian, Qinhuangdao, Qingdao, Yantai, Weihai, Lianyungang, Nantong, Ningbo, Wenzhou, Fuzhou, Guangzhou, Zhanjiang dan Beihai.
Mengutip Chee Kian Leong dalam “Special economic zones and growth in China and India: an empirical investigation” (2012), “Kota-kota ini juga menawarkan insentif kepada investor asing tetapi dengan pajak penghasilan perusahaan yang lebih tinggi. Pada tahun 1983, seluruh Provinsi Pulau Hainan diubah menjadi area khusus untuk investasi asing dan pada tahun 1988 Pulau Hainan menjadi provinsi terpisah dan secara resmi menjadi KEK terbesar. Sejak April 1990, Pudong New Area di kota Shanghai menjadi zona ekonomi terbuka.”
KEK telah menjadi salah satu model pembangunan ekonomi di beberapa negara dalam mempercepat pembangunan ekonomi di daerah. Dengan beberapa fasilitas yang ada di dalamnya, KEK diharapkan dapat meningkatkan investasi serta menciptakan lapangan kerja di zona KEK.
Gagalnya KEK TAA tentu mengundang keprihatinan. Mungkin KEK TAA bisa terealisasi jika mau belajar dari kisah sukses KEK pada beberapa negara termasuk di China. Suksesnya KEK di China menurut Shanti Darmastuti, Afrimadona, dan Andi Kurniawan dalam penelitiannya, “Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Pembangunan Ekonomi: Sebuah Studi Komparatif Indonesia Dan Cina” (2018), “memperlihatkan adanya komitment yang tinggi baik dari pemerintah pusat maupun daerah untuk mengembangkan wilayah yang memang sudah direncanakan sebagai KEK.”
Komitmen pemerintah yang tinggi ini sangat diperlukan karena KEK memerlukan initial outlays yang sangat besar. Disamping itu, pemerintah perlu mendesain KEK secara hati-hati dengan mempertimbangkan banyak faktor termasuk faktor socio-cultural dan geo-strategis.
Sebagai sebuah proyek besar, KEK memerlukan collective action. Tindakan kolektif memerlukan koordinasi yang kuat. Koordinasi ini semakin penting ketika jumlah stakeholder semakin banyak. Di sinilah peran pemerintah, baik pusat maupun daerah. Mereka seharusnya dapat menjadi motor pemersatu yang mampu mengkoordinasikan tindakan bersama untuk memajukan KEK.
Atau dibutuhkan jejaring untuk merealisasikan sebuah KEK seperti dalam kesimpulan disertasi Dodi Reza Alex, yakni ada delapan karakteristik primer yang menentukan Jejaring Kebijakan Dalam Pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) (Studi Kasus di KEK Tanjung Api-Api Provinsi Sumatera Selatan), yaitu : a) Network management targets yang terdiri dari: 1. Decision making; 2. Trust; 3. Power; 4. Knowledge creation and management, dan b) Management behaviors and competences yang terdiri dari: 1. Activation; 2. Framing; 3. Mobilizing; 4. Synthesizing. (maspril aries)