Jurnalisme Bencana di Banjir Jabodetabek

KINGDOMSRIWIJAYA – Banjir yang melanda beberapa tempat di kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) telah menjadi perhatian publik atau masyarakat luas. Masyarakat memperoleh berita dan informasi banjir tersebut dari media massa dan media sosial (medsos) dengan beragam platform-nya. Semua mengabarkan bahwa banjir yang disebabkan hujan yang deras telah menjadi bencana ekologi atau hidro-meteorologis.
Di tengah kepungan banjir yang melanda pemukiman warga sampai masuk ke mal atau pusat perbelanjaan dan menenggelamkan puluhan kendaraan bermotor (mungkin ada ratusan mobil dan motor yang terkena banjir), banyak wartawan atau jurnalis reporter televisi serta radio berjibaku melakukan liputan untuk memberitakan peristiwa yang mengenaskan tersebut. Berita tersaji di media massa dari berbagai sudut pandang (angle) pemberitaan sesuai dengan kebijaksanaan redaksional masing-masing media.
Di tengah banjir yang terjadi pada 4 Maret 2025 tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melalui ketuanya Ubaidillah meminta televisi dan radio mengedepankan pemulihan korban saat peliputan bencana banjir. “Saya mengucapkan terima kasih kepada televisi dan radio yang sudah berjibaku menginformasikan kepada publik terkait banjir yang belakangan ini terjadi. Dalam menginformasikan kepada publik, tetap gunakan rambu-rambu regulasi agar informasi yang disampaikan tidak menimbulkan kepanikan sosial. Sekaligus bisa mendorong upaya pemulihan warga terdampak”.
Ketua KPI mengingatkan agar peliputan bencana mengedepankan rasa empati dan tidak menimbulkan trauma terhadap warga terdampak. Menurutnya, penggunaan gambar tidak untuk dieksplorasi secara berlebihan.
“Tidak diperbolehkan mewawancarai anak di bawah umur sebagai narasumber dalam peliputan bencana, tidak menampilkan gambar luka berat, tidak menampilkan gambar korban secara detail dengan close up”, katanya. KPI mengharapkan peliputan bencana yang arif dan sesuai kepentingan publik, bisa dengan cepat melakukan proses pemulihan.