Iswadi Pratama Sutradara Teater Satu Terbitkan Buku Sebuah Lakon Bayangan Pucat Memudar
Bagi Iswadi Pratama buku “Sebuah Lakon – Bayangan Pucat Memudar” bukan buku pertama yang ditulis pria yang mengenyam kuliah di Ilmu Pemerintahan Fisip Universitas Lampung (Unila). Ia juga pernah menulis dan menerbitkan buku puisi dan kumpulan cerpen, serta menulis dua buku teater yaitu, “Teater Asyik, Asyik Teater” terbit tahun 2009 dan buku berjudul “Mensyarah Stanislavski” bersama Ari Pahala Hutabarat, Ahmad Jusmar dan Imas Sobariah (2013).
Pada halaman pembuka buku “Sebuah Lakon – Bayangan Pucat Memudar” Iswadi menulis kutipan pembuka yang mengajak pembaca menuntaskan bacaan buku setebal 126 halaman.
“Panggung sudah kosong, penonton sudah pulang. Sejumlah teman telah pergi. Tinggal tas lusuh penuh berisi pakaian dan seberkas lakon yang penuh catatan dan koyak di setiap tepi. Itulah saatnya rindu padamu menjadi prahara. Membongkar dan mengacaukan seluruh kenangan yang sudah kutata sebagai nostalgia.”
Lalu pembaca diajak untuk berada di depan panggung menyaksikan “Larut malam. Di dalam kamar. Jo baru saja melepaskan jas panjangnya. Ia tampak mabuk. Jo membuka pakaian panggungnya: sebuah wigs warna blonde, bra dan payudara palsu, dan meletakkan di meja. Lalu ia melepas celana komprangnya yang ia gunakan untuk menutupi pakaian dalam: rok mini berenda. Jo melepas rok itu sehingga kini ia hanya mengenakan lagging—seperti telanjang.”
Sebagai sebuah naskah lakon atau naskah drama, buku ini tersusun dari sembilan Babak. Mengisahkan tentang sekelompok orang yang hidup dan menghidupi panggung teater dengan segala persoalannya yang pelik. Di situ para tokoh mengalami situasi-situasi yang sangat dramatis mirip-mirip dengan naskah-naskah yang meraka mainkan.
Buku “Sebuah Lakon – Bayangan Pucat Memudar” disebut sebagai sebuah naskah lakon, apa sama dengan naskah drama atau berbeda? Mencari jawabanya, iseng-iseng bertanya pada kecerdasan buatan atau artificial intelligence atau AI.