Home > Eduaksi

Stop Kriminalisasi Guru, Cukup Supriyani yang Terakhir

Vonis bebas Supriyani seorang guru honorer di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan merupakan kado bagi para guru pada Hari Guru Nasional 2024 yang diperingati pada 25 November.

Para guu di Konawe Selatan memberikan dukungan kepada guru Supriyani saat menjalani persidangan. (FOTO: Antara)
Para guu di Konawe Selatan memberikan dukungan kepada guru Supriyani saat menjalani persidangan. (FOTO: Antara)

Kedua, perlindungan profesi guru dalam arti Iuas, yang diartikan sebagai perlindungan profesional/fungsional/institusional, karena tujuannya adalah agar profesi guru atau institusi pendidikan dapat berjalan/berfungsi dengan sebaik-baiknya sehingga kualitas pendidikan dapat terus dipelihara dan ditingkatkan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional dan tujuan pembangunan nasional pada umumnya.

Disiplinkan Siswa

Dalam dunia pendidikan di Indonesia, sejak Indonesia merdeka kegiatan belajar mengajar, adanya pemberian hukuman kepada siswa merupakan suatu hal yang biasa yang dilakukan oleh guru sejak dari dulu dalam rangka mendisiplinkan anak didik (murid) dari perbuatan yang tidak baik.

Namun pasca reformasi dan era milenial saat ini, guru yang mendisiplinkan anak didik atau murid bisa dituduh sebagai pelaku kriminal, bisa diadukan ke polisi dan dijerat hukuman pidana mendekam dalam penjara.

Baca : https://kakibukit.republika.co.id/posts/213759/guru-sularno-guru-ngatijo-dan-guru-ruslaini-dijerat-hukum-pidana-di-sumsel

Guru kerap dilanda kecemasan saat mengajar jika memberikan hukuman disiplin kepada siswa bisa dianggap sebagai suatu tindakan kekerasan dan dikategorikan sebagai kekerasan anak secara fisik.

Dulu tahun 2012 ada perkara guru yang diseret ke meja hijau karena menghukum siswa dengan melakukan razia memotong rambut siswa yang gondrong. Guru tersebut bernama Aop Saepudin mengajar di SDN Panjalin Kidul 5 Sumber jaya, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat (Jabar).

Aop menjadi terdakwa berdasarkan pengaduan orangtua siswa Tomi Himawan Susanto. Aop Saepudin lalu diadili di PN Majalengka dengan putusan No. 257/Pid.B/2012/PN.Mjl tanggal 2 Mei 2013 dan diperkuat oleh putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 226/PID/2013/- PT.BDG. tanggal 31 Juli 2013.

Putusan dua pengadilan tersebut tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dibatalkan ketika perkaranya bergulir ke Mahkamah Agung (MA) yang mengadili sendiri perkara tersebut. Pertimbangan hakim MA bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 226/PID/2013/- PT.BDG yang telah menghukum terdakwa yaitu Aop Saepudin dibatalkan.

× Image