Dinasti Politik Mematikan Demokrasi, Lahan Subur Pelanggengan Regenerasi Elite Politik
“Sampai kapan, politik dinasti menjadi model pengelolaan negara?” ujar Suwandi. Jawabannya, akan sangat tergantung kepedulian dan kesadaran warga dan tokoh masyarakat yang masih sangat peduli dengan masa depan negara dan demokrasi itu sendiri”.
Sementara itu pembicara Feri Amsari yang dikenal luas dengan film dokumenter “Dirty Vote” mengingatkan bahwa problematika yang terjadi pemilihan presiden lalu akan terjadi pada Pilkada serentak 2024.
Menurutnya, politik dinasti melahirkan mereka yang tidak punya kapasitas akan tampil sebagai pemimpin dengan dukungan politik uang, mahar politik dengan membeli semua partai politik. Berbeda dengan pilpres, pada Pilkada calon bisa membeli semua partai politik lalu berhadapan dengan kotak kosong. “Demokrasi itu sejatinya harus membangun persaingan secara fair”.
Pembicara lainnya Ahmad Naafi menyatakan bahwa politik dinasti di Indonesia sudah lama berakar secara tradisional yang berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenarsi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi.
“Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural. Anak atau keluarga pada elite politik masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural”, kata Naafi yang sebelumnya menjabat anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumsel. (maspril aries)