Waduh, Belajasumba Blackout Kembali Plus Sumbar dan Riau
Mengutip data PT PLN, kapasitas terpasang pembangkit yang berada di Sumsel pada 2021 jumlahnya mencapai 2.101,97 MW dan daya mampu pembangkit sebesar 2.082 MW berasal dari 18 pembangkit listrik PLN dan IPP (Independent Power Producer), dengan rasio elektrifikasi pada 2021 sebesar 99,37 persen serta produksi listrik selama tahun 2021 sebesar 8.005.119,68 MW. Kebutuhan dan konsumsi listrik Sumsel hanya setengah dari kapasitas pembangkit sehingga Sumsel surplus listrik atau kelebihan daya sebesar 1.052 MW.
Maka ada yang berpendapat di medsos, adalah ironi di provinsi yang dicanangkan sebagai lumbung energi terjadi blackout pada masa tengah surplus atau kelebihan daya listrik. Tentu patut menjadi perhatian agar blackout tidak berulang yakni keandalan listrik di Sumsel atau Sumatera bagian Selatan ke depan harus menjadi perhatian. Faktanya setelah blackout tahun 2022 berulang kembali tahun 2024.
Wilayah usaha PT PLN di Sumatera mencakup pulau Sumatera serta pulau-pulau disekitarnya seperti Bangka-Belitung, Kepulauan Riau, dan lain-lain kecuali pulau Batam yang masuk wilayah usaha anak perusahaan PLN. Wilayah ini dilayani oleh PLN Wilayah Aceh, PLN Wilayah Sumatera Utara, PLN Wilayah Sumatera Barat, PLN Wilayah Riau dan Kepri, PLN Wilayah Sumatera Selatan–Jambi–Bengkulu (S2JB), PLN Distribusi Lampung, PLN Wilayah Bangka–Belitung dan PLN Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (P3B) Sumatera.
PLN Wilayah/Distribusi bertanggung jawab mengelola jaringan distribusi, pelanggan dan pembangkit skala kecil di sistem-sistem kecil isolated. Sementara pengelolaan jaringan transmisi dan GI oleh PLN P3B Sumatera Pembangkit tenaga listrik milik PLN di pulau Sumatera pada dasarnya dikelola oleh PLN Pembangkitan Sumatera Bagian Utara dan PLN Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan, kecuali beberapa pembangkit skala kecil di sistem-sistem kecil isolated yang dikelola oleh PLN Wilayah/ Distribusi.
Program sistem interkoneksi kelistrikan Sumatera adalah program yang telah dicanangkan sejak 1990-an yang akan menyatukan jaringan interkoneksi yang terpencar-pencar di beberapa wilayah yang berakibat pasokan listrik dari satu provinsi ke provinsi lain tidak bisa saling mengisi-seperti halnya pada sistem interkoneksi Jawa-Bali. Melalui sistem interkoneksi Sumatera dapat menyalurkan pasokan listrik dari Aceh sampai ke Lampung secara dua arah.
Mengutip dari “Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2007-2016, PT PLN (Persero) Penyaluran dan Pust Pengatur Beban (P3B) Sumatera,” saat ini wilayah Sumatera masih terbagi dalam dua bagian wilayah, yaitu bagian utara yang meliputi Provinsi Sumatera Utara dan Aceh Nagroe Darussalam dengan total kapasitas terpasang 1576 MW dan daya mampu 1296 MW. Sedangkan wilayah bagian selatan meliputi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung dengan total kapasitas 1799 MW dan daya mampu 1607 MW. Kedua sistem tersebut kini tersambung menjadi satu kesatuan jaringan listrik se Sumatera.
Kini sistem interkoneksi kelistrikan Sumatera telah mencakup Provinsi Babel yang semula sistem kelistrikan tidak terkoneksi dengan sistem kelistrikan Sumatera. Sejak April 2022 sistem kelistrikan di pulau Bangka telah masuk ke dalam sistem interkoneksi Sumatera melalui sistem interkoneksi 150 kV Sumatera - Bangka sehingga dapat meningkatkan keandalan sistem listrik di Sumatera – Bangka.
Selama ini provinsi pemekaran dari Sumsel tersebut pasokan listriknya bergantung pada PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) yang apa bila bermasalah mengakibatkan warga di pulau penghasil timah tersebut harus menikmati pemadaman listrik bergilir.
Melalui sistem interkoneksi Sumatera saat ini Bangka mendapat pasokan listrik dari pembangkit yang ada di Sumatera khususnya Sumatera Selatan melalui jaringan kabel bawah dengan panjang bentangan kabel sejauh 65,751 kilometer sirkuit (KMS) yang terdiri dari SUTT 150 kV sisi Sumatera (5,511 KMS dan 1,096 KMS), SUTT 150 kV sisi Bangka (9,16 KMS), SKTT 150 kV sisi Sumatera (3,93 KMS) dan kabel laut 36,054 KMS.
Tujuan interkoneksi Sumatera – Babel adalah untuk memenuhi kebutuhan listrik di pulau Bangka karena ketidak-pastian penyelesaian proyek PLTU di sana, menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keandalan sistem kelistrikan di pulau Bangka.