Ada Ratu Dewa di Videotron Depan Cinde
Ada tiga slide, isi tayangan pada videotron Pj Wali Kota Ratu Dewa pertama isinya: “Ekspektasi tinggi Tapi NO AKSI, Emang Boleh?” Slide kedua: “BERSIH BAGIAN DARI IMAN, PUNYA IMAN? BUKTI KE LUR”. Slide ketiga berisi : “BERBUAT BAIK TIDAK PERLU ALASAN”. Penggunaan bahasa pada videotron berisi pesan dengan menggunakan gaya bahasa milenial, menggunakan bahasa Indonesia ragam bahasa Palembang dan menggunakan Bahasa Indonesia. Tertulis tagarnya #iniwongkitonian.
Dengan videotron tersebut apakah Ratu Dewa tengah beriklan atau berbagi informasi? Videotron tersebut adalah media luar ruang yang dapat disebut sebagai iklan atau reklame. Seperti iklan pada umumnya, setiap iklan biasanya ditujukan pada jangkauan segmen tertentu sesuai dengan produk yang ditawarkan atau dipromosikan.
Sebuah iklan menurut Rustam Efendy Rasyid dalam “Ragam Bahasa Iklan pada Media Cetak” terbentuk atas beberapa unsur, antara lain gambar, bahasa lisan atau tulisan. Setiap unsur memiliki keterkaitan untuk membentuk sebuah iklan yang utuh.
Perpaduan beberapa unsur dalam sebuah iklan ditentukan oleh media yang akan digunakan. Aspek bahasa memiliki peranan penting, bisa memengaruhi interpretasi pembacanya, tertarik atau tidak pada iklan tersebut.
Di dalam bahasa iklan, masih terdapat kecenderungan memakai bahasa asing atau bahasa daerah. Videotron Ratu Dewa menggunakan paduan Bahasa Indonesia dan Bahasa Palembang. Ada yang berpendapat bahwa bahasa iklan tidak mesti sesuai dengan kaidah bahasa, tetapi belum ada kriteria tertentu bagaimana sebaiknya bahasa iklan. Berbeda dengan bahasa ragam jurnalistik yang digunakan media massa,
Rustam Efendy Rasyid membedakan antara antara iklan dengan informasi, menurutnya perbedaan terletak pada ragam bahasa, retorika penyampaian, dan daya persuasi, yaitu memengaruhi masyarakat agar tertarik dan membeli. Iklan sebagai bentuk wacana, bahasa iklan memiliki ciri dan karakter tertentu dan bahasa menjadi salah satu aspek penting bagi keberhasilan iklan.