Penulis Puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat Telah Pergi Menemui Tuhannya
Abdul Hadi WM memberi definisi sastra sufistik adalah ragam karya sastra yang mendapat pengaruh kuat dari sastra sufi atau sastra tasawuf, termasuk sistem pencitraan, penggunaan lambang, dan metafora. Sastra sufistik biasanya mengandung nilai-nilai tasawuf dan pengalaman tasawuf serta mengungkapkan kerinduan sastrawan terhadap Tuhan, hakikat hubungan makhluk dengan khalik, dan perilaku yang tergolong dalam pengalaman religius.
Jadi, sastra sufistik mempunyai pertalian yang kuat dengan tasawuf dan sastra sufi. Keduanya itu merupakan sumber ilham sastrawan dalam menciptakan karyanya.
Dalam buku yang terbit tahun 1999 Abdul Hadi WM menulis, “Sastra sufistik dapat juga disebut sastra transendental karena pengalaman yang dipaparkan penulisnya ialah pengalaman transendental, seperti ekstase, kerinduan, dan persatuan mistikal dengan yang transenden. Dan pengalaman itu berada di atas pengalaman keseharian dan bersifat supralogis (transenden, sekaligus imanen)”.
Abdul Hadi juga menuliskan, bahwa kecenderungan sastra sufistik di Indonesia mulai semarak pada dasawarsa 1970 hingga tahun 1980-an. Kecenderungan sastra sufistik itu mula-mula dipelopori oleh Danarto dengan gerakan “kembali ke akar, kembali ke sumber”. Kembali ke akar dan kembali ke sumber maksudnya adalah kembali ke hal yang bersifat azali, tiada lain hanya Tuhan sebagai kausa prima.
Pengikut gerakan itu menjadikan para sufi, seperti Al Hallaj, Fariduddin Attar, Ibn Arabi, Jalaludin Rumi. Hafiz, Sa’di, Hamzah Fansuri, dan Muhammad Iqbal, bahkan Sunan Bonang dan Syeh Siti Jenar, sebagai sumber penulisan karya sastra di Indonesia. Selain itu, mereka juga menghubungkan diri dengan sumber agama beserta sistem kepercayaan, peribadatan, dan bentuk spiritualitasnya. Agama tidak mesti dipahami sebagai doktrin ketuhanan dan teologi, tetapi juga sebagai sistem yang mencakupi keseluruhan aspek kehidupan.
Menurut Puji Santoso dalam “Sastra Sufistik: Sarana Ekspresi Asmara Sufi Sastrawan” (2018), beberapa sastrawan Indonesia modern yang menulis sastra sufistik, antara lain, Danarto dengan kumpulan cerpennya, Godlob, Adam Makrifat, dan Berhala; Kuntowijoyo dengan novelnya, Khotbah di Atas Bukit, dan kumpulan sajaknya, Isyarat, dan Suluk Awang Uwung; M. Fudoli Zaini dengan novelnya, Arafah; Sutardji Calzoum Bachri dengan kumpulan puisinya, O Amuk Kapak; Motinggo Busye dengan novelnya, Sanu Infinita Kembar; serta Abdul Hadi WM. dalam kumpulan sajaknya, Tergantung pada Angin dan Anak Laut Anak Angin, terutama sajaknya, “Tuhan, Kita Begitu Dekat”.