Home > Bisnis

Agus Fatoni Panen Cabai Pemicu Inflasi

Cabai merupakan tanaman semak dari famili Solanaceae, berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru.

Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni (kedua dari kiri) bersiap panen cabai di Desa Arisan Jaya. (FOTO : Humas Pemprov Sumsel)

Cabai sepertinya telah mengambil peran sebagai “aktor” komoditas prioritas dan pengendali inflasi. Ini dapat dilihat pada Program Pembangunan Pertanian 2015-2019 oleh Kementerian Pertanian. Cabai telah menjadi komoditas yang memiliki andil sebagai penyebab inflasi dalam perekonomian Indonesia dan inflasi merupakan indikator penting dalam perekonomian serta terkait langsung dengan daya beli masyarakat.

Kontribusi cabai sebagai penyebab inflasi dipotret dari tingginya fluktuasi harga komoditas yang rasanya pedas ini. Di pasar kerap ada ketidakstabilan produksi, permasalahan pasca panen dan penyimpanan.

Menurut I Arsanti & R Nugrahapsari dalam “Dampak Penerapan Pertanian Modern Melalui SOP GAP Cabai di Ciamis Terhadap Fluktuasi Harga Cabai di Indonesia dalam Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” (2016), meskipun cabai telah mengalami surplus produksi, namun surplus produksi tersebut tidak terjadi sepanjang tahun merupakan permasalahan produksi.

Inflasi & TPID

Dalam berbagai kajian ekonomi tentang inflasi, maka cabai masuk dalam daftar pemicu inflasi yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Melonjaknya harga cabai keap membuat komoditi lain “cemburu” dan secara lambat laun komoditi lainnya pun merambat naik yang membuat warga atau konsumen mengeluh, mereka tidak bisa membeli karena harga tinggi. Terjadilah yang namanya dalam ilmu ekonomi disebut “inflasi”.

Merujuk pada “Laporan Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan” edisi Agustus 2023 yang diterbitkan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan, inflasi adalah kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Menurut Devi Anggraeni, Hermin Sirait dan Daniel Rahandri dalam “Dampak Inflasi Terhadap Sektor Ekonomi Pascapandemi Covid-19” (2022), inflasi adalah naiknya harga-harga komoditi secara umum yang disebabkan oleh tidak sinkronnya antara program sistem pengadaan komoditi (produksi, penentuan harga, pencetakan uang dan lain sebagainya) dengan tingkat pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat. Menurunnya daya beli masyarakat diakibatkan turunnya pendapatan secara riil.

Misalkan pada tahun bersangkutan inflasi sebesar 5 persen, sementara pendapatan tetap, maka dari itu berarti secara relatif akan menurunkan daya beli sebesar 5 persen.

Mengutip Sadono Sukirno dalam buku “Makro Ekonomi Teori Pengantar” (2011), berdasarkan tingkatannya, inflasi dibedakan menjadi: 1. Inflasi ringan, terjadi apabila kenaikan harga-harga kebutuhan pokok berada dibawah angka 10 persen setahun. 2. Inflasi sedang, terjadi apabila kenaikan harga-harga kebutuhan pokok berada antara 10 – 30 persen setahun. 3. Inflasi berat, terjadi apabila kenaikan harga-harga kebutuhan pokok berada antara 30 – 100 persen setahun. Juga ada Hyperinflasi (inflasi tak terkendali), terjadi apabila kenaikan harga-harga kebutuhan pokok berada di atas 100 persen setahun

Jadi inflasi bisa dipahami sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.

Dalam perekonomian makro, inflasi didefinisikan sebagai fenomena ekonomi yang menjadi pembahasan krusial karena mempunyai dampak yang amat luas dalam perekonomian makro.

Ada juga pakar ekonomi yang menyatakan inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Atau inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi.

Pakar ekonomi yang lain berpendapat, inflasi bukan merupakan “penyakit” ekonomi yang harus dihilangkan, karena inflasi juga merupakan bukti adanya keberlangsungan kegiatan ekonomi yang tercermin melalui kenaikan harga. Kenaikan harga tersebut mampu menjadi pemicu tergeraknya sektor produksi di suatu negara maupun daerah.

Menurut Ardila Prihadyatama dan Handika Asep Kurniawan dalam “Studi Literatur Roadmap Pengendalian Inflasi Daerah di Indonesia” (2022), inflasi merupakan fenomena perekonomian yang secara umum terjadi karena adanya dorongan faktor permintaan dan juga faktor penawaran. Upaya menurunkan inflasi secara efektif, memerlukan kerjasama dan koordinasi yang kuat antara pemerintah selaku otoritas fiskal dan pengambil kebijakan sektoral, serta Bank Indonesia sebagai penentu kebijakan moneter.

× Image