Home > Politik

Debat Capres Pertama di Muka Bumi Sekilas Kisahnya

Debat kedua, antara tiga cawapres menjadi debat politik yang banyak ditunggu publik.

Capres Prabowo Subianto pada Debat Capres putaran pertama. (FOTO: Republika/Thoudy Badai)

Pada debat capres AS, tema debat dipilih yang menyentuh aspek fundamental persoalan yang dirasakan di kalangan rakyat dengan gagasan jalan keluarnya. Jadi debat capres harus bisa melibatkan rakyat banyak sebagai penontonnya. Jika debat capres atau debat politik kemasannya kurang menarik akan memberikan pengaruh bagi rakyat yang akan memilih capres dan cawapresnya.

Debat Sebagai Retorika

Debat menurut Farid Iskandar dalam penelitiannya, “Analisis Wacana Politik Debat Publik Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Republik Indonesia” (2020) dengan mengutip dari sejumlah pakar komunikasi, merupakan salah satu bentuk retorika.

Secara sederhana retorika didefinisikan sebagai seni penggunaan bahasa secara efektif (the art of using language effectively). Penggunaan bahasa secara efektif ini mengharuskan seorang komunikator untuk meramu strategi penyampaian pesan serta pemilihan kata yang tepat pada audiens untuk memahami makna yang ingin disampaikan.

Debat sebagai suatu bentuk retorika modern memiliki ciri adanya dua pihak atau lebih yang melangsungkan komunikasi dengan bahasa dan saling berusaha memengaruhi sikap dan pendapat orang atau pihak lain agar mereka mau percaya dan akhirnya melaksanakan, bertindak, mengikuti atau sedikitnya mempunyai kecenderungan sesuai dengan apa yang diinginkan dan dikehendaki oleh pembicara.

Mengutip D Nimmo dalam “Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media” (2005), sebagai prosesi komunikasi, indikator debat yang yang menjadi perhatian para pemilih atau khalayak salah satunya wacana (isu) para calon presiden dan wakil presiden. Wacana yang dibangun akan memberi kesan pada kemampuan kandidat dalam menangani persoalan substantif yang dijanjikan.

Jadi debat menurut Lanoue dan Schrott (dalam Kaid, 2015), menunjukkan bahwa debat adalah kampanye yang terpenting dalam upaya untuk membujuk dengan menarik warga untuk mendapatkan hadiah utama, yakni suara mereka.

Sementara itu pakar komunikasi politik Karim Suryadi dalam “Debat Capres yang Gagal” (2009) menyatakan, sebagai bagian dari kampanye, debat capres wajib menghadirkan komparasi yang memungkinkan calon pemilih membandingkan satu calon dengan calon lainnya.

Tanpa komparasi, kehadiran tiga pasang capres tak ubahnya deretan pilihan ganda pada tes yang tidak memberi tanda jawaban paling benar. Bila ini yang terjadi, pemilih menjatuhkan pilihannya bukan karena pertimbangan yang meyakinkan, tetapi karena “petunjuk gaib”, seperti milang kancing, sekenanya, dan berbagai bentuk tindakan asal-asalan.

Pemilihan presiden dan wakil presiden di Indonesia bukanlah pesta demokrasi yang merupakan copy paste seperti Amerika Serikat. Substansi dari demokrasi yang sehat dan debat capres-cawapres yang dipraktekan di Amerika tersebut bisa dikembangkan di Indonesia. Melalui debat capres-cawapres, rakyat diajak menjadi dewasa dan terbiasa dengan keterbukaan yang setiap proses demokrasi berlangsung keterlibatan publik terus meningkat.

Pemirsa Debat

Apakah debat bisa berkontribusi kepada pasangan capres dan cawapres? Sunny Tanuwidjaja lulusan Norther Illinois University, 15 tahun dalam artikelnya berjudul “Elektabilitas dan Debat Capres” (2009) menulis, debat sangat berpotensi mempengaruhi pilihan capres seseorang ketika membicarakan topik atau isu yang bukan hanya penting tapi juga urgen untuk diselesaikan dan urgensi tersebut menjadi kesepakatan publik secara umum atau mayoritas pemilih.

× Image