Home > Literasi

Singgah ke Rumah Dunia Tak Bersua Gol A Gong

Rumah Dunia tidak ku niatkan sebagai Taman Bacaan Masyarakat (TBM) melainkan pusat belajar.

Salah satu sudut Museum Gol A Gong yang sedang dalam pembangunan. (FOTO : Aina Rumiyati Aziz)

Donatur dan Relawan

Dari mana Gol A Gong membiaya kegiatan dan operasional Rumah Dunia? Rumah Dunia adalah divisi sosial Yayasan Pena Dunia yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan. Untuk membiayai kegiatan Rumah Dunia bersumber dari zakat profesi dan infaq-sedekah keluarga besar Gol A Gong, para donatur perseorang, dari pemerintah setempat, dari penerbit, perusahaan media massa, dari sesama teman-teman penulis. Gol A Gong membayar sebagian operasional Rumah Dunia juga dari royalti penjualan buku-bukunya yang telah terbit puluhan judul. Bahkan terakhir mendapat bantuan dari Erick Thohir melalui yayasan miliknya.

Gol A Gong dalam buku “Gempa Literasi” bercerita, “Setelah Rumah Dunia menggelinding sembilan tahun, aku mulai keteteran. Biaya operasional Rumah Dunia, yang bergerak di bidang jurnalistik, sastra, film dan teater membengkak dari tahun ke tahun”.

Untuk membiaya kebutuhan tersebut, Rumah Dunia memiliki donatur perorangan yang datang dan pergi. Ada juga donatur tetap, donatur itu berlatar beragam profesi ada anggota parlemen, ada pengusaha dan sebagainya. Mereka menjadi donatur karena mereka peduli pada gerakkan literasi.

Selain donatur, Rumah Dunia bisa terus ada sampai sekarang tidak terlepas peran relawan yang datang silih berganti. “Relawan adalah pelayan. Relawan adalah fasilitator : membantu orang yang ingin belajar,” ujar Gol A Gong.

Generasi awal relawan Rumah Dunia bermula tahun 2001. Ada sejumlah nama yang menjadi relawan saat itu : Muhzen Den, Ibnu Adam Aviciena, Piter Tambang, Endang Rukmana, Adkhilni MS, Najwa Fadia, Ade Jahran, Qizink La Aziva, Budi Wahyu Iskandar, Mahdi Duri, RG Kedungkaban dan lain-lain.

Menerima buku dari Gol A Gong Duta Baca Indonesia dalam safari literasi saat tiba di Palembang. (FOTO : Koleksi Rumah Dunia)

Untuk merekrut relawan Rumah Dunia, Gol A Gong langsung terlibat. Kepada setiap mereka yang datang ia selalu bertanya :

“Ada perlu apa ke Rumah Dunia?” Mereka menjawab, “Belajar Menulis.” “Tidak gratis, kamu harus membayar. Tidak dengan uang, tapi dengan membantu Rumah Dunia.”

Kepada mereka yang datang dan bergabung dengan Rumah Dunia, Gol A Gong selalu menyampaikan, “Relawan adalah seseorang yang membantu orang lain, bahkan orang banyak tanpa mendapat bayaran. Ini adalah kerja sosial. Ini adalah perwujudan dari spirit zakat. Bukankah di dalam diri kita sini sebetulnya ada hak orang lain? Jika kita belum mampu dalam hal harta, maka pikiran dan tenaga kita harus dibagikan kepada orang lain.”

Tidak setiap mereka yang datang bisa diterima sebagai relawang Rumah Dunia. Untuk menjadi relawan, Gol A Gong menetapkan kriterianya: (1) berakhlak bai, karena ini moral; (2) berniat menuntut ilmu; (3) mau berbagi; (4) selalu bersyukur atas apa yang didapat; (5) memiliki sense of crisis atau peduli terhadap lingkungan; (6) generasi pembelajar.

Pada sebuah Kongres Komunitas Sastra Indonesia yang berlangsung di Kudus, Jawa Tengah pada 19 – 21 Januari 2008 seorang mahasiswa Universitas Gajah Mada/ Tokyo University of Foreign Stuides asal Jepang menyampaikan makalahnya berjudul “Komunitas sebagai Sebuah Ideologi: Komunitas Sastra sebagai Basis (Komunikasi) Ideologi Kesusastraan” menulis, “Rumah Dunia adalah jenis komunitas berbasis gerakan literasi.” Sebagai bagian dari Kaki Bukit Literasi, maka kedatangan ke Rumah Dunia walau tak bersua Gol A Gong bukanlah suatu yang sia-sia. Ada Abdul Salam, Totok ST Radik dan Tias Tanka di sana yang menyambut dengan ramah. (maspril aries)

× Image