Toko Buku Terakhir Bukan Buku Terakhir Usman Kansong
Pada tahun 2000-an sudah ada beberapa toko buku yang tutup lebih dulu. Diantaranya, Toko Buku Alebene di Bandung, Toko Buku Eureka dan Aksara di Jakarta. Menyusul kemudian Toko Buku Djawa di Bandung dan Toko Buku Bandung Book Centre (BBC) di Palembang.
Dalam buku setebal 216 halaman, Usman mengelompokkan tulisannya ke dalam tujuh bagian. Bagian pertama tentang buku dan obituarium. Bagian kedua : buku dan agama. Bagian ketiga : buku, kafe, kopi:. Bagian keempat : buku dan politik. Bagian kelima : buku dan aku. Bagian keenam : buku, perjalanan, kebahagian:. Bagian ketujuh : toko buku.
Pada semua bagian itu saya tidak menemukan naskah tulisn berjudul “Toko Buku Terakhir.” Ternyata setelah membaca tiap bagian, saya menemukan satu tulisan pada bagian ketujuh yang berjudul ”The Last Book Store.” Bukankah juga judul tulisan ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia artinya “Toko Buku Terakhir.”
Pada ”The Last Book Store” Usman Kansong berkisah tentang perjalanannya ke Amerika Serikat pada akhir Juli 2022 melakukan kunjungan kerja ke Boeing, SpaceX, Meta (Facebook), Cisco, dan sejumlah perusahaan penyedia teknologi satelit dan digital di Amerika Serikat. “Di sela-sela kunjungan kerja itu saya mencuri waktu berburu buku.” tulisnya.
Gara-gara minta diantar ke toko buku, sopir yang mengantarnya sempat bertanya. “Baru kali ini saya mendapat tamu yang minta diantar ke toko buku,” kata Arnold, sopir yang menemani saya selama dua hari di San Francisco, Amerika Serikat. Arnold, orang Indonesia yang bekerja sebagai sopir mobil sewaan di Amerika lebih dari 20 tahun.
Dari San Francisco Usman Kansong ke Los Angeles, di kota ini ia menyambangi toko buku Barnes & Noble. “Di pusat kota California ada toko buku bekas bernama The Last Bookstore. Namanya yang unik itu membuat saya tak sabar menyambanginya. Satu sore, seusai kunjungan kerja, saya langsung ke The Last Bookstore. Toko buku empat lantai ini betul-betul unik dan menarik penataannya. Ada satu sudut yang buku-bukunya ditata menyerupai lorong atau terowongan. Saya perhatikan sejumlah pengunjung berfoto atau berswafoto di situ.”
Itu bagian dari penggalan tulisan berjudul “The Last Bookstore.” Pada bagian lain masih banyak bagaimana Usman Kasong berbagi pengalaman tentang kebiasaannya berkunjung ke toko buku saat perjalanannya ke luar negeri. Saat berada di bandara mantan Pemimpin Redaksi Harian Media Indonesia ini selalu mendatangi toko buku. Usman juga biasa mendatangi toko buku bekas dan pasar buku , seperti pasar buku Kenari, pasar buku Kwitang, pasar buku Senen dan pasar buku Blok M.
Ada satu kebiasaan Usman Kansong yang juga ditulisnya dalam buku ini, yakni berkunjung ke kafe dan di sana menemukan buku. Sambil menyeruput vietnam drip Usman juga membaca buku seperti saat datang ke Bakoel Koffie di kawasan Cikini. Di sini ia menemukan buku berjudul “Memikirkan Kata: Panduan Menulis untuk Semua.”
Ada dua eksemplar buku tersebut dan Usman Kansong tertarik dengan buku itu dan menyatakan ingin membeli buku “Memikirkan Kata.” Ia menulis di halaman 74:
“Didorong hasrat kuat memilikinya, saya bertanya kepada pramusaji, apakah saya bisa membeli satu di antaranya, yang masih terbungkus plastik. Sang pramusaji awalnya mengatakan tidak bisa.
Sejurus berikutnya ia mengatakan akan menanyakan kepada bosnya. Dia meminta nomor telepon selular staf saya.
Beberapa hari kemudian sang pramusaji menghubungi staf saya, menyampaikan bosnya mengijinkan saya membelinya. Sopir saya kemudian ke Bakoel Koffie untuk membeli buku terbitan Galeri Buku Jakarta itu. Harganya, seingat saya, Rp200-an ribu.”
Usman Kansong masih akan terus datang ke toko buku dan membeli buku, tentu buku Toko Buku Terakhir bukan buku terakhir dari sang jurnalis yang kini menjabat Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo. (maspril aries)