Muba Ingin Aspal Karet Jadi Proyek Nasional (Bagian 1)
Tentang Aspal
Aspal yang selama ini kita kenal dan digunakan pada banyak jalan adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran antara batuan (agregat kasar dan agregat halus) dengan bahan ikat aspal yang mempunyai persyaratan tertentu. Kedua material sebelum dicampur secara homogen harus dipanaskan terlebih dahulu. Karena dicampur dalam keadaan panas, maka sering disebut sebagai hot mix yang dilakukan di pabrik pencampur yang disebut sebagai Asphalt Mixing Plant (AMP).
Aspal berfungsi dalam konstruksi perkerasan jalan, sebagai bahan pengikat yaitu memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan antara aspal itu sendiri. Juga sebagai bahan pengisi yaitu mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada antara agregat itu sendiri.
Aspal adalah material yang berwarna hitam atau coklat tua dan berfungsi sebagai bahan pengikat, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, sebagian besar terbentuk dari unsur hidrokarbon yang disebut bitumen, sehingga seringkali aspal disebut pula bitumenous material.
Aspal bisa berasal suatu produk berbasis minyak yang merupakan turunan dari proses penyulingan minyak bumi dan dikenal dengan nama aspal keras. Kemudian ada aspal alam yang terdapat di alam secara alamiah. Atau aspal yang dibuat dengan menambahkan bahan tambah ke dalam aspal yang bertujuan untuk memperbaiki atau memodifikasi safat rheologi-nya sehingga menghasilkan jenis aspal baru yang disebut aspal modifikasi.
Dalam lingkungan konstruksi atau infrastruktur jalan dikenal ada beberapa jenis aspal. Ada yang namanya Aspal Makadam (macadam penetrasi), aspal yang digunakan untuk menambal tebal konstruksi pondasi dan untuk memperbarui permukaan.
Ada disebut aspal beton, yakni batuan kering yang dipanaskan dicampur dengan aspal panas dalam pabrik pencampur dan diangkut ketempat pekerjaan. Ada juga Butas (Buton Aspal), aspal yang tergolong aspal batu atau rock aspal yang banyak di temui di pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Bentuknya seperti batu cadas dan berwarna hitam.
Di Indonesia saat ini sebagai bahan pengikat didalam perkerasan jalan digunakan aspal minyak penetrasi 60 dan penetrasi 80 atau biasa disebut dengan AC 60/70 dan AC 80/90.
Aspal Campuran Karet
Menurut Andi Syaiful Amal dalam penelitian, “Pemanfaatan Getah Karet Pada Aspal AC 60/70 terhadap Stabilitas Marshall Pada Asphalt Treated Base (Atb) 1,” dari hasil pengamatan selama ini di lapangan penggunaan AC 60/70 kurang tahan lama atau cepat mengeras dengan manifestasi perkerasan jalan relative cepat retak, sedangkan penggunaan AC 80/90 kurang keras dengan manifestasi permukaan jalan relatif cepat bergelombang.
Masalah ini timbul karena iklim di Indonesia yang tropis, yaitu sinar matahari sepanjang tahun, curah hujan yang tinggi dan kondisi perkerasan di Indonesia pada umumnya kurang mantap. Untuk kondisi iklim dan kondisi perkerasan jalan di Indonesia tersebut sangat diperlukan bahan pengikat yang bersifat keras, titik lembek yang tinggi, elastis, pelekatan yang baik dan tahan lama.
Untuk meningkatkan masing-masing mutu aspal minyak penetrasi 60 dan aspal minyak penetrasi 80 agar menjadi lebih keras, titik lembek yang tinggi, lebih elastis, pelekatan baik dan lebih tahan lama, maka perlu penambahan bahan lain diantaranya mencampur aspal dengan lateks (getah karet). Maka kini tersedia aspal karet seperti yang diprakarasai dan digunakan pada pembangunan jalan di Kabupaten Muba sejak 2018.
Lateks merupakan sumber daya alam yang banyak dihasilkan di Indonesia, karena Indonesia sebagai salah satu penghasil karet terbesar di dunia, sehingga didapat baik dalam jumlah dan kualitas yang dibutuhkan. Untuk bahan aspak karet dapat digunakan beberapa jenis karet, baik karet alam maupun karet sintesis yang dapat digunakan untuk pembuatan campuran aspal karet untuk perkerasan jalan diantaranya adalah karet butiran, baik yang belum maupun yang sudah mengalami vulkanisasi dan karet padat serta karet cair ( lateks ).