Ada Peluang Kerja, Indonesia Kekurangan 439.680 Pustakawan
Keberadaan pustakawan jelas sangat dibutuhkan guna mencerdaskan masyarakat khususnya masyarakat penggunanya. Pustakawan dapat disebut sebagai penyebarluas informasi. Tanpa pustakawan mustahil informasi yang ada di sekitarnya dapat sampai kepada penggunanya.
Namun di tengah masyarakat masih ada yang memandang sebelah mata pada profesi pustakawan. Mengutip Fuad Gani dari Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Indonesia (UI), menurutnya, pustakawan memiliki masalah dalam tataran persepsi publik sejak lama. Pekerjaan pustakawan sering dibandingkan dengan profesi lain yang dianggap orang lebih mulia seperti seorang dokter, pengacara, guru, peneliti dan lain sebagainya.
Hal ini dapat diketahui melalui citra pustakawan yang melekat di benak masyarakat yaitu seseorang yang identik “menjaga buku, orang yang selalu melihat tanggal buku yang dikembalikan untuk memastikan bahwa tidak ada denda yang harus dibayar oleh pemustaka, kemudian pustakawan merupakan dunia wanita tua berkacamata tebal dan siap marah jika ditujukan pertanyaan oleh pemustaka, serta selalu mengingatkan pemustaka agar tidak berisik diruang baca.”
Jika mau membaca sejarah, sejak masa lalu pustakawan sangat dibutuhkan dalam membangun generasi yang unggul. Coba baca kembali sejarah, masa sejarah emas kejayaan Islam pada masa Dinasti Abassiyah. Pustakawan pada masa itu posisinya sama dengan ilmuwan. Mereka mendampingi ilmuwan dalam kajian ilmu pengetahuan dan penelitian pada masa itu. Pada masa itu lahir ilmuwan-ilmuwan hebat perintis ilmu pengetahuan.
Saat ini banyak negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris memiliki perpustakaan besar dengan jumlah pustakawan yang banyak dan andal. Seperti Library of Congress di Amerika Serikat. Untuk mencerdaskan masyarakat, dengan jumlah ratusan ribu pustakawan yang dibutuhkan tersebut, Indonesia butuh pustakawan yang memiliki kompetensi dan kemauan keras untuk senantiasa memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap penggunanya. Pustakawan juga harus peka dan peduli, jangan sampai pustakawan hanya menjawab tahu dan tidak tahu, pustakawan itu memiliki kemampuan yang lebih, harus bisa merujuk dan menunjukkan kebutuhan informasi dari anggota atau pengunjung perpustakaan.
Panggilan Jiwa
Pustakawan harus selalu meng-up date pengetahuan dan kemampuannya agar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat penggunanya. Dengan semakin menambah pengetahuan, pustakawan akan semakin tahu dan dapat merujuk atau memberikan arahan kepada pembaca di perpustakaan.
Keberadaan seorang pustakawan juga harus peduli terhadap masyarakat sekitarnya, manfaat dari perpustakaan harus dapat dinikmati oleh masyarakat sekitarnya. “Library for All” itu istilah populer di kalangan pustakawan dan perpustakaan baik perpustakaan sekolah, umum maupun perpustakaan perguruan tinggi.
Mengutip penelitian Sukaesih dan Asep Saeful Rohman dari Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fikom Universitas Padjadjaran (Unpad) berjudul “Literasi Informasi Pustakawan: Studi Kasus di Universitas Padjadjaran” (2013), menyebutkan bahwa pustakawan dan perpustakaan sangat diperlukan dalam masyarakat informasi saat ini.
Menurut keduanya, perpustakaan merupakan salah satu jembatan bagi masyarakat untuk memperolah pengetahuan murah sehingga akan jauh dari kebodohan dan keterbelakangan. Peran perpustakaan dan pustakawannya, memungkinkan masyarakat dapat melakukan apa yang disebut dengan life long learning. Berbagai sumber informasi yang tersedia di perpustakaan tidak membatasi semua orang untuk terus belajar.