Ber-geowisata ke Negeri Erdogan
Beranjak meninggalkan Istanbul, perjalanan selanjutnya adalah menuju Ephesus dan Canakalle. Perjalanan menuju Canakalle sempat berlayar naik kapal penyebrangan atau ferry menyebrangi Selat Dardanelles.
Mampir di Ephesus adalah reruntuhan kota peradaban kuno yang kini hanya menyisakan bangunan dan arsitektur klasik. Terletak di lereng perbukitan, kota ini telah ada dan berkembang sejak zaman Yunani Kuno hingga awal Kristiani.
Di sini terdapat bangunan-bangunan kuil, perpustakaan, hingga arena pertunjukan berbentuk setengah lingkaran yang dikenal sebagai ampitheater dan dapat menampung hingga 24.000 orang. Kini, Ephesus hanya meninggalkan jejak-jejak peradaban berupa sisa pilar, patung, keramik dan lainnya. Erosi dan sedimentasi selama ratusan hingga ribuan tahun telah mengikis dan mengubah sebagian besar bangunan yang terbuat dari batuan marbel, mengubur sejumlah artefak berharga, hingga mengubah kenampakan bentang alam dan morfologi daerah sekitarnya. Reruntuhan yang tersisa di Ephesus adalah peninggalan Yunani Kuno.
Destinasi selanjutnya adalah Canakalle, di dekat kota ini terdapat area yang diyakini sebagai kota penting dalam mitologi dan sejarah Yunani kuno, Troya. Terletak sekitar 6 km dari laut Aegean, Kota Troya dikenal sebagai tempat berlangsungnya perang antara pasukan Yunani yang dipimpin Raja Sparta, Agamemnon, dengan pasukan Troya. Taktik dan analogi “Kuda Troya” yang terkenal itu berasal dari Perang Troya. Wisatawan dapat melihat langsung replika kuda kayu yang menjadi pajangan kebangaan Canakalle.
Meski kisah perang Troya dianggap sebagai dongeng atau mitos, namun jejak peradabannya dapat ditemukan di sekitar Canakalle atau Turkiye. Lokasi ini menjadi salah satu titik favorit turis yang ingin mempelajari peradaban kuno. Arkeolog menggali dataran dan perbukitan sedimen yang dipercaya sebagai lokasi awal kota Troya. Hasilnya mereka menemukan berbagai artefak dan peninggalan peradaban kuno, termasuk yang berasal dari era Yunani Kuno.
Dari sudut pandang geologist muda, kedua lokasi di atas memberi gambaran bagaimana sejarah peradaban manusia dan sejarah geologi dapat saling bersinggungan dan mungkin terkait satu sama lain. Turkiye dulunya termasuk dalam geografi wilayah kekuasaan Yunani dan Romawi Kuno.
Ini menyebabkan peneliti dan akademisi yang tertarik untuk melakukan penelitian. Arkeolog menggali dan menganalisis berbagai peninggalan purba yang terpendam di bawah permukaan atau tererosi dan menjadi bagian morfologi daerah tersebut. Sementara geologist dapat memberi penjelasan terkait proses erosi, perubahan struktur dan geomorfologi, hingga menelusuri umur dan proses pembentukan bentang alam di situs sejarah itu.
Geologist juga dapat membantu arkeolog menjelaskan fenomena alam yang terjadi, seperti lokasi kota Troya yang selama ini dipercaya berada sangat dekat dengan kawasan pesisir atau tingkat pelapukan yang berlangsung pada pilar dan dinding bangunan kuno yang tersusun oleh batuan.
Ephesus dan Canakalle menjadi objek wisata berkat keberadaan peradaban kuno dan campur tangan manusia terhadap bentang alam daerah di sekitarnya pada masa lalu (antropogenik). Prinsip geowisata dapat diterapkan pada lokasi-lokasi ini melalui integrasi penjabaran dan edukasi sejarah geologi, kenapa banyak artefak dan struktur bangunan yang lapuk atau tererosi, bagaimana membangun fasilitas atau infrastruktur wisata yang terpadu dengan bentang alam dan lainnya.
Pesona Kastil Kapas dan Bentang Alam
Setelah fokus menjelajahi situs peradaban kuno, perjalanan selanjutnya menuju Hierapolis yang terletak di wilayah Pamukkale. Pamukkale yang diartikan sebagai Benteng atau Kastil Kapas, merupakan salah satu wisata alam terkenal di Turkiye. Sesuai namanya, Pamukkale memiliki kenampakan morfologi unik berupa sebaran batu gamping (limestone) putih yang dikenal sebagai Travertine.
Deposit atau endapan batu gamping ini diperkirakan berasal dari aliran mata air panas yang kaya mineral karbonat, khususnya kalsium karbonat yang menghasilkan kenampakan warna putih menyerupai ladang kapas bila dilihat dari kejauhan. Aliran mata air ini terbentuk sepanjang wilayah perbukitan dan membentuk lapisan bertingkat menyerupai teras sepanjang 24-30 meter.
Keindahan teras batuan karbonat dan aliran mata air yang menuruni lereng perbukitan membentuk kolam-kolam kecil berwarna biru terang tentunya menarik minat wisatawan. Banyak yang mencoba berendam atau bermain dan menelusuri formasi karbonatan ini. Sebagian percaya bahwa objek wisata alam ini dapat memberi manfaat bagi kesehatan, terutama kesehatan kulit. Tak jauh dari lokasi ini juga terdapat pemandian, kolam renang hingga sumber mata air panas lainnya yang ramai dikunjungi turis lokal dan mancanegara.