Menulis Kembali Histori Semen Baturaja dan Semen Padang
Menurut Poernomo, “Ada sejumlah alasan mengapa pabrik semen di Baturaja layak didirikan.” Ada empat alasan yang diceritakan Poernomo. Pertama, cadangan bahan bakunya cukup besar. Kedua, daerah Sumatera bagian Selatan (Sumatera Selatan, Bangka/Belitung, Lampung, Jambi dan Bengkulu) merupakan pangsa pasar semen potensial karena pada atahun 1973 saja, kebutuhan semen untuk kawasan ini mencapai 300.000 s.d 400.000 ton pertahun.
Ketiga, keberadaan pabrik akan menambah pendapatan daerah Sumatera Selatan, serta pembakaran dalam kiln untuk pembuatan klinker yang menggunakan batu bara kurang lebih 70.000 ton/ tahun diperkirakan akan menambah pendapatan Perusahaan Negara (PN) Batu Bara Bukit Asam yang kala itu (1970 – 1975) – sekarang PT Bukit Asam Tbk – produksinya masih tergolong rendah karena kalah bersaing dengan bahan bakar minyak yang harganya relatif murah, US$ 4 s.d 6 per barel.
Keempat, keberadaannya juga akan memberikan pendapatan bagi Perusahaan Jawatan Kereta Api (sekarang PT Kereta Api Indonesia) karena hampir seluruh angkutan klinker menggunakan jasa angkutan ini.
Mengangkut Lewat Sungai
Ada yang sangat menarik dari catatan Poernomo ini adalah tentang pengangkutan peralatan pabrik yang ukurannya cukup besar yang harus diangkut ke Baturaja di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). “Namun pertimbangan yang sangat berat waktu itu untuk menentukan keputusan kelanjutan pabrik semen/ clinker plant Baturaja ini adalah pemecahan pengangkutan peralatan pabrik dalam ukuran yang cukup besar, seperti kiln, tire dari kiln, mill shell dllnya.”
Bisa dibayangkan pada masa itu tahun 1974. Jarak Palembang – Baturaja melalui perjalanan darat sekitar sekitar 200 km harus dilalui untuk mengangkut peralatan pabrik semen yang berukuran besar. Menurut Poernomo, “Pada tahun 1974 PT Semen Padang terpaksa mengadakan survei terdiri atas kemungkinan-kemungkinan angkutan dari pelabuhan Palembang atau Panjang ke Baturaja menggunakan jasa kereta api dan/ atau angkutan darat. Tetapi, masalahnya, kedua jenis angkutan ini tidak memungkinkan untuk membawa peralatan besar tersebut.”
“Akibat terbatasanya kemampuan sarana transportasi darat itu, maka PT Semen Padang melakukan survei ke Sungai Ogan yang cukup besar dan mengalir dari Baturaja ke sungai Musi Palembang. Hasil survei menyimpulkan, dengan kapal tongkang 500 s.d 1000 ton, sungai Ogan dapat digunakan untuk angkutan peralatan pabrik tersebut sampai 12 km ke arah ilir sebelum kota Baturaja.”
Untuk peralatan tersebut bisa sampai ke lokasi pabrik yang berada di Kecamatan Baturaja Timur, Poernomo menceritakan, “Untuk bisa sampai ke lokasi pabrik yang akan dibangun dilakukan dengan menggunakan jalur darat melalui jalan kelas IV dengan tujuh buah jembatan yang kondisinya waktu itu tak memadai untuk sebuah angkutan besar. Untuk memperbaiki ruas jalan di pinggir sungai Ogan ini, termasuk pembangunan jembatan darurat, juga membutuhkan dana yang tidak sedikit.”
Sebelum pendirian pabrik semen di Sumatera Selatan (Sumsel) terlebih dahulu dilakukan studi kelayakan pendirian pabrik Semen Baturaja tahun 1974 kemudian dilanjutkan pembangunan fisik pabrik tahun 1978. Pembangunan pabrik selesai akhir tahun 1980 kemudian diresmikan pengoperasiannya pada 29 April 1981, lalu beroperasi secara komersil mulai tanggal 1 Juni 1981.
Pabrik dibangun di Baturaja, tempat penambangan bahan baku dan tempat pabrik pengolahan sampai bahan setengah jadi berupa terak / klinker. Pabrik kedua di Palembang yang merupakan pabrik penggilingan terak menjadi semen dan sekaligus pengantongan, dan di Panjang (Lampung) pabrik penggilingan terak menjadi semen dan pengantongan serta pabrik pembuatan kantong semen.
Melantai di Bursa
Membaca sejarahnya, PT Semen Baturaja lahir dari “perkawinan” PT Semen Padang dan PT Semen Gresik. Dalam peran dan kontribusinya dari histori yang ada, PT Semen Padang memiliki porsi yang besar mengasuh dan membesarkan PT Semen Baturaja. Ibaratnya, jika PT Semen Padang adalah “ibu” dari PT Semen Baturaja maka dalam sistem kekerabatan PT Semen Baturaja termasuk dalam garis “keturunan ibu atau matrilineal.”