LRT Palembang Sepi Penumpang, Ridwan Kamil Minta Maaf
Dalam keterangan pers BPKARSS menyebutkan, sejak ada layanan angkutan Kota (angkot) pengumpan (feeder) New Oplet Musi Emas sejak Juni 2022 yang melayani beberapa wilayah pemukiman di Palembang jumlah warga Palembang yang memanfaatkan LRT sebagai sarana tranpsortasi terus meningkat, alias tidak sepi. “Ada peningkatan penumpang pasca diluncurkannya angkot feeder ini mencapai 25 persen,” kata Dedik
Peningkatan penumpang per stasiun tercatat mencapai 26 persen di Stasiun Punti Kayu dan tertinggi hingga 40 persen di Stasiun Asrama Haji.
Berdasarkan data BPKARSS, rata-rata penumpang harian LRT Sumsel pada Juli hingga Oktober 2022 meningkat ke 9.066 penumpang per hari sejak peluncuran angkot feeder.
Sebelumnya rata-rata penumpang harian pada Januari-Juni 2022 yakni 7.239 penumpang per hari. Untuk angkot pengumpan, pemerintah akan menambah lima koridor tambahan secara bertahap sehingga berjumlah tujuh koridor angkot feeder yang melayani penumpang LRT Palembang.
Plt. Direktur Jenderal Perkeretaapian Zulmafendi menyampaikan bahwa jumlah penumpang yang terangkut oleh LRT Palembang pada 2022 hingga Oktober mencapai 2,35 juta penumpang. Volume tersebut meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya.
Ukuran sepinya, apa ya? Jika dibandingkan dengan penumpang kereta api di Jabodetabek, sudah pasti jumlah penumpang LRT di Palembang kalah jauh. Walau kata Farel Prayoga, “Ojo Dibandingke,” biar tidak gagal paham ini data bandingannya.
Mengutip data KAI Commuter, jumlah penumpang KRL Jabodetabek selama Juli 2022 mencapai 18.950.440 orang. Jumlah tersebut naik sebesar enam persen jika dibanding dengan total volume penumpang KRL Jabodetabek pada Juni 2022 sebanyak 17.830.611. Clear kan?
Jika memang penumpang LRT Palembang sepi, tidak bolehkah Palembang mendapat fasilitas transportasi massal yang murah dan nyaman seperti LRT? Haruskah lalu lintas Palembang macet dulu baru LRT dibangun? Sama juga dengan pertanyaan tidak bolehkah dibangun jalan tol di Sumatera karena volume lalu lintas kendaraanya masih sepi dibandingkan Jawa? Jika itu alasannya, kapan rakyat yang tinggal di luar pulau Jawa bisa merasakan kelancaran transportasi darat yang bisa mempersingkat waktu perjalanan mencapai tujuan?
Jika alasan dan landasan pembangunan fasilitas umum menunggu orang menjadi ramai, mengapa ada bandara yang dibangun namun sepi penumpangnya? Media massa pun menulis, banyak bandara sepi di Indonesia, salah satunya Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat. Ingatlah pesan Farel Prayoga, “Ojo Dibandingke.”
Seperti ditulis mantan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, “Tapi sebagai pengguna transportasi publik saya merasa keputusan membangun LRT Palembang bukanlah sesuatu yang salah. Negara memang sepatutnya menginisiasi dan mewujudkan layanan transportasi publik yang nyaman dan terjangkau.”
Angkutan Batu Bara Terbesar
Bukan sebatas itu, LRT yang dikelola BUMN PT Kereta Api Indonesia (Persero) biasa ditulis KAI harus ada dan dibangun di Palembang atau Sumsel. Kalau tidak ingin dikatakan harus, PT KAI pantas membangun LRT di Sumsel. Alasannya, kinerja PT KAI selalu menggembirakan, BUMN ini kini kerap mencetak laba yang cukup besar, dan kontribusi Sumsel terhadap laba tersebut cukup besar.
Mengutip laporan tahunan 2021, PT KAI meraup pendapatan Rp17,916 triliun dengan laba Rp224,418 miliar. Pendapatan itu diperoleh dari dua lini bisnis utama, yaitu jasa angkutan penumpang dan jasa angkutan barang serta jasa non angkutan. Pada 2021 tercatat angkutan penumpang 154.537.582 orang dan angkutan barang sebanyak 50.261.778 ton. Angkutan barang ini diantaranya angkutan semen, BBM, peti kemas, crude palm oil (CPO) dan batu bara.